Dikutip dari Kitab Al Adzkar karya Imam An Nawawi, cetakan Dar Ibn Hazm Beirut halaman 302 :
ويستحبّ التكبير ليلتي العيدين، ويُستحبّ في عيد الفطر من غروب الشمس إلى أن يُحرم الإِمام بصلاة العيد، ويُستحبّ ذلك خلفَ الصلواتِ وغيرها من الأحوال. ويُكثر منه عند ازدحام الناس، ويُكَبِّر ماشياً وجالساً ومضطجعاً، وفي طريقه، وفي المسجد، وعلى فراشه. وأما عيدُ الأضحى، فيُكَبِّر فيه من بعد صلاة الصبح مِنْ يَوْمِ عَرَفة إلى أن يصليَ العصر من آخر أيام التشريق، ويكبرُ خلفَ هذه العَصْرِ، ثم يقطع، هذا هو الأصحّ الذي عليه العمل.
وفيه خلافٌ مشهورٌ في مذهبنا ولغيرنا، ولكن الصحيح ما ذكرناهُ، وقد جاء فيه أحاديث رويناها في “سنن البيهقي” [٣/ ٢٧٨-٢٨٠] ، وقد أوضحتُ ذلك كلَّه من حيث الحديث، ونقل المذهب في “شرح المهذّب” [٣/ ٤٥-٤٨] ، وذكرتُ جميعَ الفروع المتعلقة به، وأنا أشيرُ هنا إلى مقاصده مختصرة.
٩٠١- قال أصحابنا: لفظ التكبير أن يقول:
الله أكبر، اللَّهُ أكْبَرُ، اللَّهُ أكْبَرُ، هكذا ثلاثاً متواليات : ويكرّر هذا على حسب إرادته.
قال الشافعي والأصحاب: فإن زادَ، فقال: اللَّهُ أكْبَرُ كَبِيراً، وَالحَمْدُ لِلَّه كَثِيراً، وَسُبْحانَ اللَّهِ بُكْرَةً وأصِيلاً، لا إِلهَ إلا الله، ولا نعبدُ إلا إياه، مخلصين له الدين ولو كره الكافرون، لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وعدهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأحْزَابَ وَحْدَهُ، لا إله إلا الله والله أكبر؛ كانَ حَسَناً.
٩٠٢- وقال جماعة من أصحابنا: لا بأسَ أن يقول ما اعتاده الناسُ، وهو: اللَّهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، لا إله إلا الله، والله أكبر اللَّهُ أكْبَرُ، ولِلَّهِ الحمدُ.
Disunnahkan bertakbir pada malam hari raya Idul Fitri, dan pada hari raya Idul Fitri disunnahkan sejak terbenamnya matahari hingga imam memulai salat Idul Fitri. Dianjurkan juga untuk melakukannya setelah salat dan waktu-waktu lainnya. Memperbanyak mengucapkannya ketika berada di tengah kerumunan orang, ketika sedang berjalan, ketika sedang duduk, ketika sedang berbaring, dalam perjalanan, di dalam masjid, dan di tempat tidur. Adapun hari raya Idul Adha, hendaknya takbir dilakukan setelah Salat Subuh pada hari Arafah hingga Salat Ashar pada hari terakhir Tasyrik, dan hendaknya takbir dilakukan setelah shalat Ashar tersebut, kemudian berhenti. Ini adalah pendapat yang paling benar dan cara pengamalannya.
Terdapat perbedaan pendapat yang masyhur dalam hal ini pada madzhab kami dan lainnya, tetapi yang benar adalah apa yang telah kami sebutkan, dan hadits-hadits tentang hal ini kami sampaikan dalam kitab Sunan Al-Baihaqi [3/278-280]. Semua itu telah saya jelaskan dari sisi hadits dan madzhab dalam kitab “Sharh al-Muhadhdhab” [3/45-48]. Saya telah sebutkan semua cabang yang terkait dengannya, dan di sini saya akan sampaikan maksudnya secara singkat.
901 – Para sahabat kami berkata: Lafaz takbir itu ialah: Maha Besar Allah, Maha Besar Allah, Maha Besar Allah, seperti ini sebanyak tiga kali berturut-turut. Dan dia mengulanginya sesuai keinginannya.
Imam Syafi’i dan para sahabatnya berkata: Jika ia menambahkan dan mengucapkan: “Allah Maha Besar lagi Maha Besar, segala puji bagi Allah yang limpah dan segala puji bagi Allah di waktu pagi dan petang, tidak ada Tuhan selain Allah, dan kami tidak menyembah selain-Nya, dan kami hanya mengabdikan diri kepada-Nya untuk agama kami, meskipun orang-orang kafir membencinya, tidak ada Tuhan selain Allah semata, Dia telah menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan golongan-golongan, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar.” Yang demikian itu baik.
902 – Sekelompok sahabat kami berkata: Tidak mengapa mengucapkan apa yang sudah menjadi kebiasaan manusia, yakni: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Allah segala puji.
Muhammad Abduh Nasution
Sekretaris Majelis Dakwah Al Washliyah Deli Serdang, Sumatera Utara