DKI Jakarta

pbwashliyah@gmail.com

IndonesianArabicThaiEnglishChinese (Simplified)

Nisfu Sya’ban & Bacaan Menjelang Azan (Kajian Hadis-hadis Keutamaan Nisfu Sya’ban & Wirid)

DIRIWAYATKAN dari Aisyah ra, dia berkata suatu malam Rasulullah Saw bangun dan melaksanakan shalat dan melamakan sujudnya hingga saya kira dia telah wafat (dalam sujudnya), manakala saya melihat keadaan demikian sayapun bangun, lalu saya gerakkan telunjuknya lalu bergerak dan kembali semula, maka manakala dia bangun dari sujudnya dan telah menyelesaikan shalatnya dia bersabda: Wahai Aisyah – wahai humaira’ – apakah kamu mengira bahwa Nabi Saw telah meninggalkan mu dan mengabaikan hak mu? Saya menjawab: Tidak, demi Allah ya Rasulullah. Akan tetapi saya mengira engkau telah wafat di dalam shalat karena terlalu lama sujudmu. Nabi Saw bersabda: Tahukan kamu – wahai Aisyah – malam apakah ini? Saya menjawab: Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui. Dia bersabda: Malam ini malam nisfu Sya’ban, sesungguhnya Allah Swt memperhatikan hamba-Nya pada malam nisfu Sya’ban, maka Dia memberi keampunan bagi orang-orang yang meminta ampun, dan menyayangi orang-orang yang minta dikasihani, dan ditangguhkan (keampunan) bagi orang-orang yang pendengki sebagaimana yang direncanakan-Nya. (Hadis Riwayat Al-Baihaqi – di dalam kitab Jami’ Turmuzi – Darul Hadis, 2001, Juz 3, hal.161).

Hadis di atas menurut Imam Baihaqi adalah Hadis Mursal Jayyid (sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari seorang syekh yang semasa dengannya atau bertemu dengannya, tetapi ia tidak pernah menerima satu hadis pun dari padanya namun ia meriwayatkan ada kemungkinan ia mendengar dari syekh itu. Imam Al-Baihaqi menduga bahwa Al-Wala’ menerima hadis tersebut dari Makhul, oleh sebab itu hadis ini digolongkan kepada Hadis Mursal Jayyid.

Memang para ulama hadis berbeda pendapat dalam mempedomani hadis mursal sebagai landasan (hujjah) untuk beramal. Imam Syafi’i di dalam kitab Ar-Risalah hal.258, menyatakan bahwa hadis mursal mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda, jika mursal dilakukan oleh para tabi’in yang senior seperti Said bin Musayyib, maka hadisnya dapat dijadikan hujjah, sedangkan para yunior tabi’in mursalnya ditolak. Akan tetapi kebanyakan para ulama menerima hadis-hadis mursal sahabat tanpa membedakan apakah dilakukan oleh tabi’in senior ataupun yunior, karena para sahabat telah dijamin keadilannya, sebagaimana sabada Nabi Saw: Sahabat-sahabat ku semuanya adil. (lihat Ulumul Hadis DR. Subki Ashalih hal.166).

Senada dengan hadis-hadis di atas, yang menjelaskan tentang keutamaan malam nisfu sya’ban, ada beberapa hadis lain yang menguatkan tentang keutamaan malam nisfu sya’ban, antara lain diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa suatu malam dia kehilangan Rasul Saw lalu dia keluar dari rumahnya, tiba-tiba dia melihat Nabi sedang berada di Baqi’ (kuburan dekat mesjid Nabawi sekarang). Lalu Nabi Saw bertanya: Apakah kamu khawatir aku meninggalkan mu? Saya menjawab: Ya Rasulullah! Saya kira engkau mendatangi isteri-isteri mu yang lain, maka Nabi Saw bersabda: Sesungguhnya Allah “turun” ke langit dunia (menurunkan rahmat-Nya) maka Dia mengampuni dosa-dosa lebih banyak dari bulu-bulu kambing suku Bani Kilab. (Jami’ Turmuzi hadis no.739).

Syekh El-Mubarak Fury pensyarah kitab Jami’ Turmuzi mencantumkan 7 buah hadis dengan jalur-jalur yang berbeda dengan kualitas hadis yang berbeda-beda pula. Pada intinya malam nisfu sya’ban adalah malam yang diprioritaskan oleh Nabi Saw untuk memperbanyak amal ibadah, shalat, berdo’a, membaca Al Qur’an dan lain-lain, karena beramal ibadah pada malam itu tidak sama kualitasnya dengan malam-malam lain, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa malam yang berkah yang disebut di dalam Al Qur’an surat Ad-Dukhan ayat 3: Sesungguhnya kami menurunkan Alquran pada malam yang “diberkahi” adalah malam nisfu sya’ban. Demikian dijelaskan oleh Syekh Al-Mubarak Fury dalam syarah Jami’ Turmuzi.

Terlepas dari perdebatan para ulama tentang kesahihan hadis-hadis di atas, yang jelas keutamaan malam nisfu sya’ban mempunyai dasar yang kuat untuk beramal di malam harinya dan berpuasa di siang harinya. Sedangkan amalan-amalan apa yang dibiasakan atau diwiridkan tidak dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw secara spesifik.

Oleh sebab itu, penulis mengaitkan bacaan-bacaan menjelang azan dengan nisfu sya’ban dari sisi amalan-amalan atau wirid-wirid yang dibaca, sekaligus menjawab persoalan yang sering dipertanyakan orang apa dasar atau dalil membaca ayat-ayat Alquran seperti innallāha wamalā ikatahū… (QS. al-Ahzab: 56) menjelang azan dikumandangkan, dan sebagian mesjid ada yang membaca akhir surat al-Isra’ ayat 111 sebelum azan dikumandangkan, bahkan ada pula membaca shalawat, tarhim dan sebagainya.

Menurut hemat penulis, bacaan-bacaan ayat-ayat Al Qur’an atau zikir, shalawat, pujian-pujian kepada Allah dapat dikategorikan kepada wirid, yang mana asal kata wirid adalah hizb (bukan warada) yang berarti mengelompokkan ayat-ayat Al Qur’an untuk dijadikan amalan, karena para sahabat Nabi Muhammad Saw telah melakukan itu, ada yang mengelompokkan ayat Alquran 1 juz untuk dibaca setiap hari, ada yang 5 juz, ada pula yang 1 khatam Al Qur’an satu hari. Dan kebiasaan ini dilakukan oleh mereka setiap malam tanpa menanyakan kepada Nabi ayat mana yang harus dibaca pada malam ini, juz berapa dibaca pada malam itu, dan dimana pula tempat membacanya, dan dalam kondisi apa pula ayat tersebut harus dibaca (dengan tetap mempedomani adab-adab membaca Al Qur’an), akan tetapi mereka punya wirid tertentu dari ayat-ayat Al Qur’an sesuai kapasitas kemampuan mereka membaca dan mewiridkannya, sehingga diduga kuat mereka-mereka para sahabat tidak ada yang tidak mewiridkan Al Qur’an setiap malam menjelang mereka berbaring di tempat tidur.

Terkadang – sebagaimana biasa -ada yang terlupa sampai bangun tidur dan masuk waktu subuh, mereka merasa rugi karena meninggalkan wirid-wirid mereka. Untuk menjawab kegelisahan mereka, Nabi Saw bersabda: Siapa-siapa yang tertidur dari wiridnya atau terhadap sebagian dari wiridnya, lalu dia baca setelah shalat subuh hingga antara shalat zuhur, dituliskan pahalanya seperti dia membaca di waktu malam harinya. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya hal.274-275 Juz 4, An-Nasai hal. 349-351, Juz 6 Bab Mengqadha amalan sunat, Imam Turmuzi hal.494 Juz 2, Sunan Ad-Darimi hal. 375 Juz 4 Bab “Apabila Tertidur Dari Zikir”.

Dari Hadis-hadis di atas dapat dipahami bahwa wirid dalam arti mengelompokkan ayat-ayat Al Qur’an, baik per ayat, per juz, atau per surat, mempunyai landasan yang kuat dalam pengalaman bahkan bagi orang yang sudah terbiasa mewiridkan pekerjaan sunat bila terlupa dapat dikerjakan di luar waktunya. Dan hadis ini juga membolehkan untuk mengqadha amalan-amalan sunat yang tertinggal di waktu malam, misalnya seorang yang membiasakan shalat tahajjud di waktu malam, lalu dia tertidur maka boleh dia mengqadhanya di waktu pagi antara shalat subuh dan shalat zuhur.

Demikian pula, bacaan-bacaan menjelang azan yang mengutip sebagian ayat Al Qur’an yang ada kaitannya dengan azan atau tidak ada sama sekali (semata-mata tabaruk bi qur’an) atau mengingatkan orang dengan Al Qur’an dapat dikategorikan kepada wirid (mengelompokkan 1 ayat Al Qur’an untuk dibaca menjelang azan).

Akhirnya, dari kajian hadis yang sederhana ini dapat disimpulkan bahwa, amalan-amalan nisfu sya’ban dan bacaan menjelang azan, mempunyai dasar pengamalannya. Hanya saja, secara spesifik tidak dijelaskan dan tidak diperinci, tergantung kepada kemampuan beramal. Oleh sebab itu, menetapkan amalan-amalan tertentu dan mengada-adakan dengan alasan “itu dibuat oleh Nabi Saw”, itu adalah bid’ah. Sedangkan beramal dengan mempedomani dalil umum dari keutamaan nisfu sya’ban dan wirid adalah perbuatan terpuji, selama dia tidak meyakini, membuat statemen yang dibuatnya itu persis seperti apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, sekali lagi itulah yang dikatakan bid’ah. Wallahua’lam bil ash-shawab

Dr.H.Muhammad Nasir, Lc, MA

  • Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah
  • Pimpinan Ponpes Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batu Bara, Sumut

lihat lebih banyak lagi

Ini Cara Beramal Mendikdasmen Bantu Washliyah, Baca Penjelasannya…

JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof.Dr.H.Abdul Mu'ti, M.Ed ingin beramal membantu Ormas Islam, termasuk Al Jam'iyatul Washliyah. Ternyata Menteri yang berasal...

Jumat Malam, Mendikdasmen Akan Hadiri Rakernas dan Rapimnas Al Washliyah di Sentul Bogor

JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Prof. Dr.H.Abdul Mu'ti, M.Ed menyatakan kesediaan waktunya menghadiri rapat kerja nasional (Rakernas) dan Rapat Pimpinan...

Bulan Ramadan, Muslimat Al Washliyah – Kowani Berbagi Dengan Perempuan Ojol

JAKARTA - Pimpinan Pusat Muslimat Al Washliyah bersama dengan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) berbagi kasih dengan 100 orang perempuan, yang tergabung dalam Komunitas Perempuan...

Muslimat Washliyah Sultra Bagi Takjil dan Bantuan di TPA Ulumul Qur’an Alolama Kendari

KENDARI-Ketua umum Pimpinan Wilayah Muslimat Al Washliyah Sulawesi Tenggara (Sultra), Rosmiati, S. Ag bersama pengurus lainnya menyerahkan bantuan alat pengajian dan juga berbagi takjil...