DKI Jakarta

pbwashliyah@gmail.com

IndonesianArabicThaiEnglishChinese (Simplified)

Seorang Muslim Haram Hukumnya Merayakan Valentine

SETIAP tanggal 14 Februari, banyak di antara generasi muda muslim yang ikut-ikutan merayakan Hari Valentine yang juga mereka sebut dengan Hari Cinta Kasih atau Hari Kasih Sayang. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, perayaan tersebut adalah budaya Barat yang berasal dari salah satu tradisi dalam agama nasrani. Oleh sebab itu, Dewan Fatwa Al Jam’iyatul Washliyah menyatakan bahwa seorang muslim haram hukumnya untuk mengikuti dan merayakan hari Valentine tersebut, sebab hari itu merupakan bagian dari perayaan tradisi romawi dan budaya agama nasrani.

Pada awalnya bangsa Romawi merayakan acara untuk memperingati suatu hari besar mereka, yang jatuh setiap 14 Februari, yang mereka namakan Lupercalia. Peringatan ini dirayakan guna menghormati perkawinan antara Dewa Juno (Tuhan Wanita) dengan Dewa Pan (Tuhan dari alam ini),dalam agama pagan Romawi kuno. Pada saat itu, digambarkan orang-orang muda “laki-laki dan wanita” memilih pasangannya masing-masing dengan menuliskan nama atau mengundi nama dari orang-orang yang diminati dan dicintainya, kemudian pasangan ini saling tukar bertukar hadiah sebagai pernyataan cinta kasih. Acara ini dilanjutkan dengan berbagai macam pesta hura-hura bersama pasangan masing-masing. Setelah penyebaran agama Kristen, Para Pemuka Gereja mencoba memberikan pengertian ajaran Kristen terhadap para pemuja berhala itu. Pada tahun 496 Masehi, Paus Gelasius (Pope Gelasius) mengganti peringatan Lupercalia itu menjadi Saint Valentine’s Day, yaitu Hari Kasih Sayang Untuk Orang-Orang Suci ( Valentine’s Day, Definition, History and Tradition, Ensyclopedia of Britannica )

Kajian juga menyatakan bahwa Hari Valentine tersebut berkaitan dengan perbuatan seorang Pendeta agama kristen yang bernama Saint Valentine yaitu seorang Bishop (Pendeta) di Terni, satu tempat sekitar 60 mil dari kota Roma. Pendeta tersebut dikejar-kejar oleh penguasa Romawi karena mempengaruhi beberapa keluarga Romawi untuk memasukkan mereka ke dalam agama Kristen. Kemudian ia dipancung di Roma sekitar tahun 273 masehi. Sebelum kepalanya dipenggal, Pendeta itu mengirim surat kepada para putri penjaga-penjaga penjara dengan mendo’akan semoga bisa melihat dan mendapat kasih sayang Tuhan dan kasih sayang manusia. “Dari Valentinemu” demikian tulis Valentine pada akhir suratnya itu. Surat itu tertanggal 14 Februari 270 M. sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai Valentine’s Day atau Hari Kasih Sayang. St.Valentine diangap sebagai lambang kasih sayang, apalagi pendeta tersebut dihukum sebab keberaniannya melawan penguasa Romawi, ditambah lagi di akhir hayatnya pendeta itu memberikan ucapan kasih sayang kepada putri orang yang menghukumnya, maka sebagai lambang kasih sayang, dijadikanlah hari kematiannya tersebut menjadi hari kasih sayang.

Sejak kematiannya kisah Saint Valentine seperti tertiup angin, menyebar dan meluas sampai tak satu pelosok di daerah Roma yang tak mendengar kisah hidup dan kematiannya. Kakek dan Nenek mendongengkan cerita Saint Valentine pada cucunya sebagai dengan nada semangat dan penuh ekspresi. Orang-orang tua selalu menasehatkan pada anaknya, “kelak jika besar nanti, jadilah kau seperti Saint Valentine.” Pokoknya, Saint Valentine adalah sosok idola. Tutur katanya, gaya hidupnya, ketaatannya dalam memegang teguh keyakinannya menjadi acuan semua orang. Sampai pada akhirnya nama Valentine menjadi simbol kasih sayang. Tapi kebiasaan ini tak lama bertahan, sedikit demi sedikit kebiasaan menghormati Saint Valentine sebagai tokoh yang penuh kasih sayang berubah. Peringatan kematian Saint Valentine pada tanggal 14 Pebruari berubah menjadi hari memilih pasangan di antara kaum muda. Saling memberi hadiah dan mengucapkan rasa suka. Akhirnya dari hari kasih sayang, menjadi hari cinta berahi, dan hari kemaksiatan. Dari sejarah perjalanan Valentine’s Day ini, sudah selayaknya umat Islam, khususnya generasi muda, untuk tidak ikut-ikutan untuk merayakannya, dan mengistimewakannya dari hari yang lain, sebab dari kajian sejarah diatas terbukti bahwa Hari Valentine bukanlah sekedar budaya Barat tetapi budaya yang berhubungan dengan agama Romawi kuno, yang masih menyembah dewa – dewa dan juga berhubungan dengan pengalaman seorang pendeta dalam agama Nasrani.

Oleh sebab itu Dewan Fatwa Al jami’yatul Washliyah dapat disimpulkan bahwa seorang muslim haram hukumnya untuk ikut-ikutan dalam merayakan hari Valentine tersebut, karena dengan ikut merayakannya berarti juga merayakan hari kebesaran agama yang lain sebab dalam kitab suci Al Quran telah dinyatakan bahwa umat islam tidak boleh terpengaruh dengan ajaran, kegiatan dan budaya, agama yahudi dan nasrani dan agama lain : “Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti millah (cara hidup) mereka. Maka katakanlah ; bahwa sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu sekalian”.( QS.Al Baqarah : 120=121 )

Umat Islam dilarang untuk mengikuti segala bentuk acara agama dan penyembahan agama lain, sebagaimana dinyatakan dalam al Quran : “ Hai orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak menyembah apa yang aku sembah, aku tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menyembah apa yang aku sembah, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku “ (QS. Al Kafirun : 1-5)

Dalam ayat lain juga dinyatakan bahwa orang islam tidak boleh untuk melihat dan menyaksikan perayaan agama yang lain, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al Furqan : “ dan janganlah kamu menyaksikan kesaksian palsu “ (QS. Al Furqan : 72)

Ulama Tafsir, Fakhruddin ar razi menyatakan bahwa diantara kesaksian palsu adalah mendatangi segala bentuk perkara yang tidak baik seperti masuk ke tempat perayaan hari raya orang kafir, dan tempat-tempat perbuatan fasik, karena siapa yang hadis ke tempat kejahatan dan melihat perbuatan serta hadis di tempat mereka berarti telah ikut serta dengan mereka dalam kemaksiatan, sebab kehadiran dan penyaksian atas kegiatan mereka merupakan persetujuan atas apa yang mereka lakukan ( Tafsir Mafatihul Ghaib, Imam Fachruddin ar Razi )

Dewan Fatwa menyatakan bahwa mengikuti dan merayakan Hari Valentine adalah haram juga berdasarkan kepada Hadis Rasulullah saw yang telah bersabda : “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia menjadi bagian atau menjadi satu dengan kaum yang ditirunya.” (Hadis Riwayat Abu Daud /4031 )

Dalam hadis lain juga menyatakan : “ Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang yang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang yang kalian ikut itu masuk ke dalam lobang “dhob” ( sejenis kadal padang pasir ) , pasti kalian juga mengikutinya “. Para sahabat yang mendengar berkata : “ Wahai Rasulullah apakah yang diikuti itu adalah yahudi dan Nasrani ? Rasulullah saw menjawab : “ Lantas, siapa lagi ? “ ( Hadis Riwayat Muslim /2669 )

Imam Nawawi Ketika menerangkan maksud hadis “bahwa kamu akan mengikuti sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta “ sampai kepada masuk ke dalam lubang “dhab “ adalah perumpamaan bagi sikap dan tingkah laku umat islam yang mengikuti tingkah laku dan perbuatan orang kafir yahudi dan Nasrani baik dalam perbuatan maksiat maupun dalam perbuatan yang bertentangan denagn ajaran Islam ( Imam Nawawi, Syarh Muslim ala al Nawawi, jilid 2, 219 )

Dalam kaedah Fiqih dinyatakan bahwa : “ Dar’ul Mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih “ artinya bahwa “mencegah sesuatu kerusakan lebih di dahulukan daripada menarik kemaslahatan “. Dalam perayaan hari Valentine tersebut kerusakan akidah, kerusakan moral, terjadi dengan leluasa, karena biasanya hari Valentine itu akan dirayakan dengan perbuatan maksiat, seperti pertemuan lelaki dan perempuan tanpa batas, pergaulan bebas, peluk dan cium antara lelaki dan perempuan, malahan sampai kepada tingkat perbuatan zina, yang dianggap sebagai bukti kasih sayang antar sesama, dan ini merupakan perbuatan yang merusak agama, dan moral bangsa memiliki dasar negara yang “berketuhanan Yang Maha Esa “.

Imam Jalauddin Suyuthi dalam kitab “ Haqiqatul Sunnah wal Bid’ah “ halaman 42 menyatakan bahwa : “ Termasuk bid’ah dan kemungkaran, adalah sikap menyerupai orang kafir dengan menyamai mereka dalam hari raya mereka, dan perayaan-perayaan mereka yang dilaknat Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang tidak berilmu, yang ikut-ikutan orang Nasrani dan menyamai mereka dalam perkara yang mereka lakukanâ€ĤAdapun menyerupai orang kafir hukumnya Haram sekalipun tidak bermaksud menyerupai “

Demikian fatwa tentang hukum merayakan Hari Valentine bagi umat Islam, semoga umat Islam tidak ikut-ikutan merayakan hari tersebut, sebab ikut merayakan hari tersebut merupakan perbuatan haram, dimana yang mengikutinya, atau merayakannya akan mendapatkan dosa dan akan dihisab pada hari pertangung jawaban kelak.

Dewan Fatwa Al Jam’iyatul Washliyah

lihat lebih banyak lagi

Pengurus Baru Dikukuhkan di Istiqlal, Ketum PB Al Washliyah Jadi Penasehat OIC Youth Indonesia

JAKARTA - OIC Youth Indonesia sukses menggelar pelantikan pengurus baru bertajuk Inauguration of OIC Youth Indonesia National Board Term 2024-2029 pada Rabu, 15 Januari...

Ini Jadwal Empat Hari Safari Ketua Umum PB Al Washliyah di Samarinda Kaltim

JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Dr.H.Masyhuril Khamis, SH,MM mengadakan safari dakwah di Samarinda, Kalimantan Timur, selama 4...

Dijadwalkan Dilantik Ketua Umum PB, Ini Dia Pengurus Al Washliyah Kalimantan Timur

JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam`iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Dr.H.Masyhuril Khamis, SH,MM, sesuai jadwal akan melantik Pengurus Wilayah Al Washliyah Kalimantan...

Ketua Umum PB Al Washliyah Lawatan ke Thailand Selatan Kuatkan Kerjasama Dakwah dan Pendidikan

PATTANI - Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam`iyatul Washiyah (PB Al Washliyah), Dr.H.Masyhuril Khamis, SH,MM melakukan lawatan ke Yala dan Pattani, Thailand Selatan selama...