ALLAH subhanahu wa taala telah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat, 49: 10).
Persahabatan berasal dari kata shidq (ketulusan) dan tashdiq (pembenaran). Sedang Islam artinya ketundukan (taslim). Dan, ketundukan sama artinya dengan pembenaran. Jadi, Islam adalah agama ketulusan dan ketundukan, agama persaudaraan dan persahabatan. Berteman dan bersahabat adalah cara alami untuk berhubungan dengan sesama kita dan orang-orang yang layak dijadikan sahabat pada umumnya.
Islam memberikan perhatian yang begitu besar terhadap hal ini. Persahabatan adalah persaudaraan. Setiap orang yang menjadi saudara kita di dalam agama adalah sahabat kita. Dia mempunyai hak-hak atas kita, dan kita pun mempunyai hak-hak atasnya. Termasuk ke dalam hak-hak itu adalah saling menjaga di kala terjadi musibah dan kematian, saling menghormati dan menghargai, menjaga lidah dan tangan untuk tidak saling menyakiti, saling menghibur dan memperlakukan dengan baik.
Ketidaksamaan tingkat kesesuaian di antara kita, kecintaan di antara kita, dan keanekaragaman sifat yang dimiliki menjadikan tingkatan persahabatan di antara kitapun berbeda-beda. Karena itulah kita mengenal ada sahabat derajat pertama (sahabat yang sangat dekat dengan), sahabat derajat kedua, ketiga dan seterusnya. Suatu hal yang perlu diingatkan di sini, adanya sahabat-sahabat yang dekat bukan berarti membatasi seseorang pada ruang lingkup beberapa sahabat saja, dan membatasi persaudaraannya dengan orang lain.
Sebagian orang tidak mau mengenal yang lain kecuali sahabat-sahabat dekatnya saja. Dia hanya mau mengunjungi dan membantu mereka saja. Sifat demikian tidak terpuji. Doa ma’tsur berbunyi: “Ya Allah’, limpahkan kebaikan kepada seluruh manusia.” Doa ini menyebut manusia secara keseluruhan, tidak hanya manusia yang menjadi sahabat dekat. Banyaknya kelompok persahabatan yang tertutup akan menciptakan blok-blok yang sangat banyak di tengah masyarakat, yang akan memperlemah hubungan sosial di antara kita.
Keadaan ini jelas bertentangan dengan keinginan Islam, yang menyeru kepada persatuan umat, terciptanya hubungan dan keharmonisan di antara seluruh komponen masyarakat. Inilah Islam yang telah membuka pintu persahabatan kita, setelah sebelumnya Allah Swt. memberikan kemampuan bersosialisasi kepada kita dan menjadikannya sebagai sesuatu yang fitrah bagi kita. Maka berteman dan bersahabatlah.
Rasulullah Shalalahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Apabila dua orang muslim saling berjumpa lalu berjabatan tangan dan mengucap “Alhamdulillah” dan beristighfar maka Allah Azza wajalla mengampuni mereka.’ (HR. Abu Dawud). Juga dalam hadits yang lain beliau Saw. bersabda, “Apabila kamu saling berjumpa maka saling mengucapkan salam dan bersalam-salaman, dan bila berpisah maka berpisahlah dengan ucapan istighfar.” (HR. Aththahawi).
Sahabat-sahabat atau teman-teman lama kita adalah para pendukung pertama kita. Kita memiliki kehormatan karena mereka. Ada ungkapan yang mengatakan. “Segala sesuatu yang baru itu disukai.” Namun, jangan sampai ungkapan ini menyebabkan kita melepaskan kawan-kawan lama kita.
Jika kita mempunyai kawan lama, yang berasal dari daerah kita atau dari daerah lainnya, lalu kita mendapatkan sahabat baru atau kawan atau teman dari daerah kita maupun daerah lainnya, jangan kita silau dengan yang baru dan melupakan yang lama. Jika kita memiliki seorang kawan maka peliharalah dengan sebaik-baiknya, dan jangan sampai dia terlepas dari kita. Jika kita kehilangan dia, maka kita lebih lemah dibandingkan orang yang tidak bisa memperoleh kawan-kawan atau sahabat atau teman. Ada pepatah, “Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak bisa mencari teman, dan orang yang lebih lemah lagi darinya adalah orang yang ditinggalkan temannya.”
Rasulullah shallallalhu alaihi wa sallam telah bersabda, “Menyendiri lebih baik daripada berkawan dengan yang buruk, dan kawan bergaul yang shaleh lebih baik daripada menyendiri. Berbincang-bincang yang baik lebih baik daripada berdiam, dan berdiam adalah lebih baik daripada berbicara atau ngobrol yang buruk.” (HR. Al-Hakim).
Saudara dan sahabat sejati kita adalah penolong kita dalam hidup ini. Pertemanan atau persahabatan tidak dibatasi oleh jumlah tertentu. Oleh karena itu, perbanyaklah pertemanan kita. Orang yang mempunyai banyak teman adalah orang yang mempunyai banyak penolong dalam menghadapi pergumulan kehidupan. Sebaliknya, orang yang mempunyai sedikit teman, atau tidak mempunyai teman sama sekali, adalah orang yang paling menderita dalam menghadapinya, karena ia hidup sendirian.
Hendaknya kita menjadi orang yang pinter mencari teman atau sahabat. Jika kita hidup di negara kita, cobalah untuk mempunyai sahabat di setiap kota atau desa. Jika kita tinggal di tempat lain, lakukan pula hal yang sama. Dengan kata lain, hendaknya kita mempunyai sahabat di setiap tempat. Karena di dalam pertemanan yang luas terdapat: kesempatan emas untuk menyebarkan ajaran dan nilai; bantuan dalam menghadapi kehidupan; kebahagiaan sosial yang tidak dimiliki oleh orang yang mempunyai sedikit teman atau tidak mempunyai teman sama sekali. Ada suatu syair yang perlu kita perhatikan: mempunyai seribu orang teman tidaklah banyak, namun mempunyai satu musuh amatlah banyak.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesunggunhnya Allah Swt. menyukai kelestarian dan keharmonisan atas keakraban kawan lama, maka peliharalah kelangsungannya.” (HR. Adailami). Dalam hadits yang lain Beliau Saw. telah bersabda, “Sesungguhnya lafadz rahim itu berakar dari lafadz ar Rahmaan; maka Allah Swt. berfirman, “Barangsiapa yang menghubungkanmu, Aku menghubungkan diri pula dengannya, dan barang siapa memutuskanmu, Aku memutuskan diri pula dengannya.” (HR. Bukhari).
Betapa indahnya mengunjungi saudara, sahabat. Betapa besar bekas yang ditinggalkan bagi kita dan bagi mereka. Mengunjungi teman atau sahabat adalah salah satu hak mereka, sebagai wasilah untuk berhubungan dengan kawan kita, dan kesempatan untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Mengunjungi sahabat, bercakap-cakap dengan teman, dan menghabiskan waktu untuk bercengkeraman dengan kawan dapat menghilangkan kesusahan diri; menjadikan seseorang hidup dengan keadaan jiwa yang normal. Mengunjungi sahabat termasuk perkara penting dalam menjaga dan memperkuat hubungan dengan sahabat atau kawan.
Ada ashar sahabat, “Barangsiapa mengunjungi kawan semata-mata karena Allah, niscaya Allah Swt. mengutus 70.000 malaikat untuk menyertainya. Para malaikat itu berkata, “Surga untuk kamu.” Jika kita tidak sempat bersilaturahmi dengan mengunjungi kawan kita, sebelum ada smartphone jaman sekarang, dulu kita biasa saling berkirim surat. Smartphone adalah alat komunikasi yang baik untuk berhubungan kawan. Salah satu kegunaannya adalah SMS. SMS adalah layanan pesan singkat atau surat masa singkat. SMS bukan sekedar menulis dan lamanya. Isi sms adalah kecintaan, pikiran, nasihat, penjelasan, dan kesantunan. Sekecil apapun ukuran smartphone atau HP, dan sedikit apapun kata-kata yang ditulis, sms tetap memberikan pengaruh yang baik bagi orang yang dikirimi. Dengan SMS, kita memberitahukan kepada kawan kita bahwa kita memperhatikan dan menghargainya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Perumpamaan hubungan seorang mukmin dengan mukmin yang lain adalah laksana sebuah bangunan yang masing-masing bagian saling menguatkan. (Beliau kemudian mengisaratkan hal itu dengan menyatukan jari-jari kedua tangan beliau).” (HR. Bukhari). Juga dalam kesempatan yang lain Beliau Saw. bersabda, “Kalian akan mendapati orang-orang mukmin itu, dalam hubungan kasih sayang, saling mencintai, serta keterikatan perasaan atau emosional mereka, adalah laksana satu tubuh. Apabila salah satu organ menderita sakit maka sekujur tubuh juga tidak bisa tidur dan merasakan demam).’ (HR. Bukhari).
Bersahabat artinya mengambil dan memberi. Contoh memberi makan adalah bagian dari memberi kepada kawan atau sahabat. Memberi makan memiliki peranan yang tidak sedikit dalam membangun hubungan sosial dengan kawan dan saudara. Memberi makan kepada kawan dapat dilakukan dengan cara mengundangnya ke rumah atau mengajaknya ke rumah makan. Dan, makanan yang disediakan tidak harus beraneka rupa.
Memberi makan kepada kawan mendatangkan pahala dari Allah Swt. Ada ashar sahabat, “Barangsiapa memberi makan seorang mukmin untuk menghilangkan rasa laparnya maka Allah akan memberinya makan dari buah surga. Barangsiapa memberi minum seorang mukmin untuk menghilangkan rasa hausnya maka Allah akan memberinya minum dari minuman lezat yang disegel. Barangsiapa membusanai seorang mukmin maka Allah akan membusanainya dengan pakaian berwarna hijau.”
Juga dalam hadits yang lain Beliau Saw. bersabda, “Barangsiapa memberi makan kepada seorang teman di jalan Allah, maka baginya pahala seperti memberi makan sekelompok manusia.” Ditanyakan, “Apa yang dimaksud dengan sekelompok manusia” Sahabat menjawab, “Kelompok yang berjumlah seribu orang.”
Betapa indah dan bahagianya manakala sahabat-sahabat berkumpul duduk bersama dihadapan satu hidangan sambil diselingi percakapan yang akrab dan menyenangkan! Akan lebih indah dan sempurna jika kita saling memberi cenderamata atau hadiah. Hadiah, seberapa pun kecilnya, meningglkan bekas yang tidak sedikit dalam diri orang yang menerimanya. Setidak-tidaknya, ia merasa diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
Hadiah bukan sarana yang baik untuk mencintai manusia. Akan tetapi, hadiah adalah salah satu sarana untuk menciptakan rasa saling mencintai. Rasulullah bersabda, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerima pemberian hadiah dan mendoakan ganjaran atas pemberian hadiah tersebut.” (HR. Al-Bukhari). Dan juga dalam hadits lain, “Hendaknya kamu saling memberi hadiah. Sesungguhnya pemberian hadiah itu dapat melenyapkan kedengkian.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad). Wallahu A’lam bish-shawwab.
Drs.H.Karsidi Diningrat, M.Ag
- Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung.
- Wakil Ketua Majelis Pendidikan PB Al Washliyah.
- Mantan Ketua PW Al Washliyah Jawa Barat.