JAKARTA – Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah (PB AW) mendesak Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republika Indonesia (Permen Dikbud Ristek) nomor 30. Peraturan Menteri ini dinilai melegalkan perzinahan di lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi. Demikian disampaikan Ketua Umum PB AW Dr. H. Masyhuril Khamis, SH, MM menanggapi Permen Dikbud Ristek No. 30 tahun 2021 tentang.
Sebagai Ormas Islam yang mengelola perguruan tinggi, PB AW melihat peraturan tersebut sebaiknya dicabut dan diganti dengan yang baru. Bila tetap dilaksanakan maka dikhawatirkan terjadinya hubungan seksual yang dilatarbelakangi suka dengan suka. Bila terjadi maka hal ini melanggar nilai-nilai agama.
Ketum PB AW mengatakan Permen Dikbud Ristek No 30 ini bisa merusak generasi bangsa yang seharusnya kita lindungi. “Pendidikan itu membuat manusia menjadi lebih baik dalam segala hal terutama akhlaknya. Namun dengan keluarnya Permen Dikbud Ristek ini sungguh kita sesalkan. Sudah seharusnya ini dicabut,” katanya.
Masyhuril Khamis mengingatkan kementerian pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mengikutsertakan Ormas Islam dalam membuat regulasi terkait pendidikan. Karena Ormas Islam sudah sejak awal bergerak dalam dunia pendidikan di Indonesia. “Pemerintah sebaiknya mengajak Ormas Islam yang bergerak di dunia pendidikan dalam merumuskan peraturan terkait pendidikan, sehingga hal-hal seperti ini tidak terjadi,” pintanya.
Dijelaskan Masyhuril, Permendikbud Ristek ini nampak sekali mengadopsi Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang telah ditolak masyarakat luas dan DPR periode lalu karena jelas bertentangan dengan Pancasila.
“Pemerintah nampaknya memaksakan kehendaknya dengan memasukan kembali RUU P-KS yang dulu sudah pernah di tolak oleh masyarakat. Kini digunakan lagi melalui Peraturan Menteri. Kita sungguh menyayangkan sikap seperti ini,” ungkap Ketum PB AW tersebut.
Solusi yang harus diambil oleh pemerintah saat ini adalah dengan mencabut Permen Dikbud Ristek No.30 itu dan menggantinya. Peraturan yang baru nantinya harus melibatkan Ormas Islam dalam merumuskannya sehingga hasilnya lebih baik.
Permendikbud
Permendikbud No 30/2021 diteken oleh Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 dan diundangkan pada 3 September 2021. Pertimbangan disusunnya Permendikbud itu antara lain semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan tinggi.
Dalam Permendikbud No 30/2021, kekerasan seksual pada beberapa kondisi diartikan sebagai “tanpa persetujuan korban”. Tertuang dalam Pasal 5, di antara definisi kekerasan seksual itu adalah:
- memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
- mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
- menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
- menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
- membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
Pada bagian lain dijelaskan:
Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi di mana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.
(mrl/sir)