“Islam tidak memandang pluralitas sebagai perpecahan yang membawa bencana, tapi sebagai rahmat yang membuat kehidupan ini menjadi dinamis dan tidak menoton.” (Cendekiawan)
ALLAH SWT menciptakan alam ini di atas sunnah pluralitas. Bahkan, pluralitas menjadi salah satu ayat kauniyah yang Allah tebarkan di alam semesta.
Dia ciptakan dua jenis makhluk: makhluk hidup dan makhluk mati. Makhluk hidup terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuhan.
Sedangkan mahkluk mati terdiri atas tanah, air, dan udara. Dari sini saja kita sudah dapat melihat pluralitasnya kehidupan di atas dunia ini.
Karenanya, sunnah pluralitas adalah suatu keniscayaan bagi kehidupan ini. Ruang pluralitas sangat luas. Yang pasti, dalam satu jenis ciptaan-Nyà, Allah pasti menciptakan pluralitas di dalamnya.
Lalu, pelajaran apa yang bisa diambil dari sunnah pluralitas ini? Hikmah apa yang dapat kita cari? diantaranya paling tidak ada dua hal yang dapat kita ketahui adalah sebagai berikut:
Pertama, meskipun kehidupan di dunia ini amat beragam, semuanya bersatu di atas sunnah Ilahi. Allah menciptakan berbagai macam makhluk karena masing-masing saling membutuhkan.
Pluralitas ada karena ia suatu keharusan. Kenyataan ini harus menyadarkan kita kepada ketundukan atas kekuasaan Allah. Tiada Ilah yang patut disembah selain Dia. Pluralitas harus menjadi lahan bagi suburnya keimanan.
Kedua, Islam sebagai agama rahmat bagi alam semesta telah memberikan petunjuk bagaimana menyikapi pluralitas. Islam tidak memandang pluralitas sebagai perpecahan yang membawa bencana, tapi sebagai rahmat yang membawa kehidupan ini menjadi dinamis.
Namun, ada satu titik tuju yang harus dikejar dalam menyikapi dinamika pluralitas: ketaqwaan. Sebagaimana penjelasan Al-Qur’an dalam surat Al-Hujarat ayat 13 sebagai berikut:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi kamu ialah orang yang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat: 13).
Perbedaan justru “mengingatkan” kita saling mengenal satu sama lain. Dengan begitu kehidupan berjalan penuh dinamika dan akulturasi budaya akan tercipta di antara bangsa-bangsa di dunia.
Hingga tercipta budaya baru yang membuat kehidupan makin berkembang. Namun, semuanya harus tetap berada dalam lingkup kompetisi ketakwaan.
Pluralitas ada agar kita saling berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Perbedaan-perbedaan di antara kita–seperti perbedaan mazhab fikih dan partai politik–hendaklah kita terima sebagai sunnah Ilahi.
Kita berlomba-lomba dalam kebaikan sesuai ijtihad kita untuk lebih mendekati wilayah kebenaran dan ketakwaan. Itulah esensi dari sunnah pluralitas. Ia ada agar hidup ini dinamis dan tidak monoton. Wallahu a’lam bishawab.
Sumedang, 28 Shafar 1443H./6 Oktober 2021 M.
Wassalam
Aswan Nasution
- Penulis Alumni 79′ Al Qismul A’ly Al Washliyah, Ismailiyah, Medan, Sumatera Utara.
- Pengurus Wilayah Al-Washliyah Prov. Jawa Barat Periode 1986-1989.
- Pengurus Wilayah Al Washliyah Prov. Nusa Tenggara Barat (NTB) Periode 2019-2024.