DKI Jakarta

pbwashliyah@gmail.com

IndonesianArabicThaiEnglishChinese (Simplified)

Bedah Disertasi: `Resistansi Tradisi Kitab Kuning pada Madrasah Al Washliyah di Sumut`

PENELITIAN ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang dasar-dasar epistemologis, latar belakang sosial-keagamaan, dan bentuk-bentuk resistansi tradisi kitab kuning pada madrasah Al Washliyah di Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dari segi pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan field research (penelitian lapangan) yang bersifat deskriptif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti berangkat ke ‘lapangan’ untuk mengadakan pengamatan tentang fenomena resistansi tradisi kitab kuning pada madrasah Al Washliyah di Sumatera Utara [Sumut].

Temuan penelitian: Pertama, resistansi tradisi pembelajaran kitab kuning di madrasah-madrasah Al Washliyah bertolak dari pikiran-pikiran epistemologis berikut; (a). Pemikiran tentang keutamaan ilmu agama (b). Penguasaan Kitab Kuning Sebagai Kriteria Utama Ulama, (c). Bahwa kitab kuning sebagai bagian dari shibgah (ciri khas) Al Washliyah; (d). Konsekwensi dari pengikatan diri pada Aliran Ahl al-Sunnah Wa al-Jamâ’ah dan mazhab Syâfi’i; dan (e). Pikiran keyakinan pada hasil-hasil Ijtihad ulama-ulama terdahulu.

Kedua, upaya resistansi tradisi pembelajaran kitab kuning di madrasah-madrasah Al Washliyah dilatar belakangi oleh faktor sosial-religious dengan beberapa variable
yaitu; (a). Adanya upaya pendangkalan materi pelajaran ilmu agama (b). Terjadinya krisis ulama; (c). Muncul dan semakin berkembangnya aliran-aliran pemikiran atau paham-paham keagamaan; dan (d). Adanya dampak negatif perkembangan teknologi internet.

Ketiga, bentuk-bentuk resistansi tradisi pembelajaran kitab di madrasah Al Washliyah beragam yaitu; (a) Konsisten mempertahankan kurikulum diniyah Al Washliyah 100 % dan menolak untuk menerapkan kurikulum Departemen Agama; (b).Melakukan modifikasi kurikulum, dimana madrasah Al Washliyah menerima kurikulumDepartemen Agama, tetapi dengan merekayasa materi/bahan ajar di lapangan; (c) Menerapkan pembelajaran dengan memadukan kurikulum diniyah Al Washliyah dan kurikulum Departemen Agama dengan perbandingan porsi 70 % kurikulum diniyah dan 30 % kurikulum Departemen Agama, begitu juga pada madrasah yang lain perbandingannya 50 % kurikulum diniyah dan 50 % kurikulum Departemen Agama; (d).Mengembangkan program-program ekstrakurikuler (e). Menjalankan program pengajian rutin peningkatan kualitas penguasaan kitab kuning tenaga pendidik/guru; (f). Menjalankan program imtihan umûmî; dan (g). Menjalankan program rutin Olimpiade Nahu-Saraf Madrasah Al Washliyah se Sumatera Utara.

Kitab kuning merupakan ciri khas yang sejak dulu melekat pada diri ulama maupun lembaga pendidikan Al Washliyah. Kitab kuning dipandang sebagai refrensi pengamalan agama yang paripurna. Ustaz H. Nukman Sulaiman menegaskan, idealnya Al Washliyah lebih fokus pada upaya pengembangan dan transmisi bidang ilmu-ilmu agama di banding ilmu-ilmu umum dengan orientasi untuk regenerasi ulama. Bagainya, dalam hal pengembangan ilmu-ilmu umum, telah banyak lembaga dan pihak yang mengambil peran di dalamnya, sehingga Al Washliyah harusnya mengambil peran sebagai agen utama pengkajian dan transmisi bidang ilmu-ilmu agama secara mendalam dengan tradisi pembelajaran kitab kuning. Menurut beliau, posisi sebagai agen pengembangan dan transmisi ilmu agama dengan tradisi kitab kuning inilah sesungguhnya ciri khas pendidikan Al Washliyah, yang semakin ke belakang semakin sirna, sehingga hampir Al Washliyah tidak memiliki ciri khas lagi.

Sedemikian melekatnya kitab kuning dengan pendidikan Al Washliyah, maka setiap siswa yang tamat dari madrasah Al Washliyah akan merasa gamang dalam bersosialisasi di masyarakat, jika tidak bisa menguasai atau mengetahui cara membaca kitab kuning dengan baik, sebab bagi masyarakat, kemampuan membaca kitab kuning itu dipandang sebagai ciri khas yang melekat pada diri setiap alumni madrasah Al Washliyah (Muhammad Rozali, 2017).

Sebelum munculnya SKB 3 Menteri, madrasah-madrasah yang berada di bawah asuhan organisasi-organisasi Islam, termasuk madrasah di bawah naungan Al Washliyah memang masih sangat kental dengan tradisi kitab kuning. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh Haidar Putra Daulay, meskiupun berbeda dengan pesantren, namun di awal-awal pertumbuhannya, madrasah masih memegang teguh tradisi pembelajaran kitab kuning. Sebelum diberlakukannya berbagai peraturan oleh Pemerintah, terutama SKB 3 Menteri, madrasah-madrasah yang didirikan oleh organisasi-organisasi masyarakat, termasuk Al Washliyah dan lain-lain masih mengajarkan kitab-kitab kuning di dalam kurikulumnya. Kurikulum di madrasah-madrasah tersebut, baik yang didirikan oleh organisasi maupun pribadi belum ada keseragaman.

Dalam perbandingan antara bobot mata pelajaran agama dan umum juga masih berbeda antara satu madrasah dengan madrasah lainnya, ada yang mencantumkan perbandingan 30:70, 40:60, 50:50, 60:40, dan 70:30 (Haidar, 2018).

Keharusan keberpihakan Al Washliyah pada pengembangan dan transmisi bidang ilmu-ilmu agama itu hingga saat ini masih tetap menjadi kegalauan sebagian ulama Al Washliyah yang aktif di berbagai lembaga pendidikan Al Washliyah, meski mereka kurang berdaya dalam mewujudkannya karena berbagai faktor. Ustaz Ishaq Naharuddin-sebagai kepala madrasah Tsanawiyah Diniyah Al Washliyah Belawan menegaskan bahwa jika madrasah Al Washliyah tidak lagi melestarikan tradisi pengajaran kitab kuning, hal itu merupakan suatu kemunduran bagi sebuah lembaga pendidikan Al Washliyah, karena justru yang menjadi roh madrasah-madrasah Al Washliyah, khususnya madrasah Muallimin dan al-Qismul ‘Aly adalah kitab kuning, dimana pada kitab kuning lah akan didapatkan khazanah ilmu agama yang mendalam (Ishaq Naharuddin, 2018).

Keharusan mempertahankan kitab kuning sebagai ciri khas bagi madrasah Al Washliyah itu bersifat mutlak penting. Sebab, ia tidak hanya sekedar ciri khas, akan tetapi ciri khas itu justru dipandang sebagai salah satu syarat utama pertahanan eksistensi lembaga-lembaga pendidikan Al Washliyah dan Al Washliyah di masa depan. Eksistensi madrasah-madrasah Al Washliyah sangat bergantung pada ciri khas pengajaran kitab kuning itu.

Berdasarkan pengalamannya memimpin madrasah Al Washliyah, ustaz Jumain sebagai kepala Madrasah Al Washliyah 12 Perbaungan dalam sebuah wawancara menegaskan sebagai berikut: “jika Al Washliyah masih diinginkan tetap eksis, maka salah satu syarat utamanya adalah dengan mempertahankan tradisi pembelajaran kitab kuning baik formal maupun non formal. Jika ditanya apa pentingnya kitab kuning bagi Al Washliyah, maka saya katakan justru eksistensi Al Washliyah ini ke depan sangat tergantung dengan masih dipertahankan atau tidaknya pengajaran kitab kuning di madrasah-madrasah Al Washliyah.

Eksistensi Al Washliyah sangat tergantung pada masih bertahan atau tidak pengajian-pengajian kitab kuning di madrasah-madrasah, di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama Al Washliyah. Sebab, sejak lahirnya Al Washliyah ini dikenal dengan ulama-ulama yang sangat akrab dengan kajian-kajian kitab kuning, dan madrasah-madrasahnya sangat mengutamakan pembelajara kitab-kitab kuning” (Jumain, 2018).

Kaitan erat antara mempertahankan tradisi pembelajaran kitab kuning dengan eksistensi Al Washliyah itu bukan tanpa dasar empiris. Sebab, dalam pengalaman warga madrasah-madrasah Al Washliyah di lapangan, bahwa salah satu faktor dominan masih tingginya motivasi masyarakat menyekolahkan anak-anak mereka ke madrasah Al Washliyah adalah justru karena adanya ciri khas kitab kuning yang masih dipertahankan itu. Para orang tua memasukkan anaknya ke madrasah Al Washliyah karena harapan akan mendapatkan pengetahuan agama yang lebih baik dengan adanya pengajaran kitab-kitab agama (kitab kuning).

Hal ini sebagaimana misalnya ditemukan di madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan dalam suatu wawancara dengan ustaz Muhayyan-sebagai WKM I Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan berikut:

“Alhamdulillah dari tahun ke tahun siswa baru yang mendaftar ke madrasah ini terus menerus meningkat. Bahkan tak jarang kita harus menolak sebagian siswa karena jumlahnya yang sudah tidak tertampung lagi. Menurut pengakuan masyarakat (orang tua murid), yang mereka kejar ke madrasah ini adalah disamping memang karena akreditasi madrasah kita sudah dapat nilai “A”, juga karena madrasah ini masih mengajarkan kitab-kitab kuning dan berupaya mengasah kemampuan anak-anak dalam membaca bahasa Arab atau kitab-kitab Arab yang tidak berbaris itu (Muhayyan, 2018).

Hal yang senada disampaikan oleh Ramli Abdul Wahid bahwa saat ini lembaga-lembaga pendidikan Al Washliyah tidak lagi mampu membanggakan umat. Dengan demikian, jika Al Washliyah masih ingin tetap eksis dan mendapat tempat di hati umat, maka mereka harus bergegas diri untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas lembaga-lembaga pendidikannya. Salah satu yang harus segera dilakukan dalam konteks memperbaiki kualitas pendidikan Al Washliyah itu adalah dengan membenahi kembali kurikulum.

Kurikulum lembaga-lembaga pendidikan Al Washliyah harus dibenahi, dimana kitab-kitab agama yang berbahasa Arab harus dijadikan sebagai buku daras dan menjadi koleksi terbaik perpustakaan-perpustakaannya. Di samping itu hal lain yang jauh lebih penting bahwa kitab kuning harus ditradisikan kembali di lembaga-lembaga pendidikan Al Washliyah (Wahid, 2015).

Mempertahankan tradisi pembelajaran kitab kuning sebagai upaya mempertahankan eksistensi Al Washliyah juga ditegaskan oleh ustaz Mulkan Hamid,sebagai salah seorang guru di Madrasah Qismul ‘Ali Ismailiyah sebagai berikut:

“Sebenarnya tidak banyak yang bisa dijual oleh pendidikan Al Washliyah ini selain karena ciri khas pembelajaran kitab kuning itu. Biasanya kalau mau pandai membaca kitab kuning kan harus sekolah di pesantren dengan sistemnya yang harus menginap itu. Tapi, kita meskipun madrasah, tanpa harus menginap kita bisa menjamin kemampuan membaca kitab kuning anak-anak kita tidak kalah dengan alumni-alumni pesantren, bahkan mungkin kita bisa lebih unggul. Sebenarnya, kalau kita mau menyadari, justru kitab kuning ini lah yang bisa kita jual ke masyarakat saat ini, dimana tanpa harus mondok seperti pesantren tapi anak-anak mereka bisa membaca dan memahami kitab kuning seperti siswa-siswa pesantren, bahkan bisa melebihi mereka (Mulkan Hamid, 2018).

Bahkan, menurut Ishaq Naharuddin, seorang guru Madrasah Qismul ‘Aly Ismailiyah, kitab kuning itu memiliki andil yang besar dalam melawan penjajah di Negara ini. Ia mengemukakan bahwa salah satu faktor mengapa Indonesia yang dijajah ratusan tahun lamanya, namun tidak berhasil dikristenisasi adalah justru karena berkaitan erat dengan peran kitab kuning. Para penjajah pada saat itu bahkan lebih takut kepada kitab kuning ketimbang Alquran sendiri, karena melalui kitab kuning lah para ulama menghembuskan semangat jihad melawan penjajah kepada umat, sebagaimana yang dilakukan tuan Arsyad Thalib Lubis dan ulama-ulama Al Washliyah lainnya (Ishaq Naharuddin, 2018).

Pada sisi lain, bagi madrasah Al Washliyah, penguasaan kitab kuning itu merupakan cermin keautentikan ilmu agama seseorang. Hal itu dijelaskan oleh muallim Ishaq dalam petikan wawancara berikut:

“Orang-orang yang tidak mampu menguasai kitab kuning baik itu guru agama ataupun ustaz, maka ilmunya pasti mengambang, ilmunya tidak duduk. Banyak sekarang ustaz atau guru agama yang mengajar dan ceramah tapi tidak punya refrensi yang jelas, hanya mengandalkan dari internet, dan ustaz-ustaz seperti ini akan sering mengarang sesuai akal pikirannya kalau ditanya soal agama. Untuk itulah, kenapa kitab kuning tetap kita pertahankan agar siswa-siswa kita ini nanti duduk ilmu agamanya saat mereka menjadi ustaz atau guru agama” (Ishaq Naharuddin, 2018).

Saran-saran untuk organisasi Al Washliyah: (a) Pimpinan organisasi Al Washliyah, dalam hal ini Majelis Pendidikan Al Washliyah, sebaiknya merumuskan format kurikulum yang seragam dan baku, suatu kurikulum yang mengakomodasi mata pelajaran tuntutan Kementerian Agama dan juga mata pelajaran-mata pelajaran Diniyah Al Washliyah yang menekankan pada Kitab Kuning.

Dengan demikian, madrasah-madrasah Al Washliyah tidak mesti “sembunyi-sembunyi” lagi dalam upaya mempertahankan pengajaran mata pelajaran diniyah (kitab kuning). (b) Pimpinan organisasi Al Washliyah diharapkan membuat pengajuan pengesahan dan pengakuan Pemerintah terhadap legalitas Kurikulum Diniyah Al Washliyah sebagai ciri khas madrasah di bawah organisasi Al Washliyah, demi mempertahankan tradisi kitab kuning di madrasah-madrasah Al Washliyah. (c). Pemerintah diharapkan melakukan kajian untuk kemungkinan diterbitkannya regulasi yang dapat melegalkan ijazah diniyah Al Washliyah, sehingga ijazah diniyah tersebut bisa diterima sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang atas/berikutnya. Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wabasysyiril mu’minîn.

Dr. Muhammad Riduan Harahap, M.Pd.I.

  • Dosen Universitas Al Washliyah (UNIVA) Medan

Sumber Referensi:

Nukman Sulaiman, Kembali ke Kitab Kuning (Medan: Bidang Penerbitan UNIVA Medan).
Muhammad Rozali, Tradisi Keulamaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara (Yogyakarta: LKiS, 2017).
Haidar Putera Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Prenada, 2018).
Ishaq Naharuddin, Kepala Madrasah Tsanawiyah Diniyah Al Washliyah Belawan,Wawancara di Medan, 13 Desember 2018.
Jumain, Kepala Madrasah Aliyah Al Washliyah 12 Perbaungan, Wawancara di Serdang Bedagai, 05 Februari 2019.
Muhayyan, WKM I Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan, Wawancara di Medan, 12 Desember 2018.
Ramli Abdul Wahid, “Revitalisasi Visi Keislaman dan Institusi Pendidikan Al Washliyah,”dalam Ja’far, Tradisi Intelektual Al Washliyah: Biografi Ulama Kharismatik dan
Tradisi Keulamaan (Medan: Perdana Publishing, 2015).
Mulkan Hamid, Kepala Madrasah al-Qismul ‘Aly Al Washliyah Ismailiyah, Wawancara di Medan, 17 Desember 2018.
Ishaq Naharuddin, Kepala Madrasah Tsanawiyah Diniyah Al Washliyah Belawan,Wawancara di Medan, 13 Desember 2018.
Ishaq Naharuddin, Kepala Madrasah Tsanawiyah Diniyah Al Washliyah Belawan, Wawancara di Medan, 13 Desember 2018.
Ja’far, Tradisi Intelektual Al Washliyah: Biografi Ulama Kharismatik dan Tradisi Keulamaan (Medan: Perdana Publishing, 2015).

*Artikel ini akan disampaikan pada acara Awsat Forum Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah, Jum’at, 8 Oktober 2021.

lihat lebih banyak lagi

Sekretaris PB Al Washliyah Sugiat Santoso Desak Seluruh Bandar Narkoba Dipindah ke Nusakambangan

JAKARTA - Sekretaris Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Sugiat Santoso, yang juga Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, mengapresiasi Menteri Imigrasi...

Khutbah Jumat: Cahaya Kemuliaan Rasulullah SAW

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ...

Pengurus Besar Al Washliyah Umumkan Logo Resmi & Tema HUT ke-95 Al Washliyah

JAKARTA - Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah (PB Al Washliyah) mengumumkan logo resmi dan tema peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-95 Al Washliyah tahun...

Jelang Peringatan HUT ke-95 Al Washliyah, Ketum PB Al Washliyah Ceramah di Kapuas Hulu Kalbar

PUTUSSIBAU - Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Insya Allah menjadi penceramah pada acara istighosah dan tabligh akbar di Pondok...