DKI Jakarta

pbwashliyah@gmail.com

IndonesianArabicThaiEnglishChinese (Simplified)

Menelusuri Makna Al Jam`iyatul Washliyah

AL JAM’IYATUL WASHLIYAH merupakan organisasi Islam yang dipelopori oleh pelajar-pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) dan Madrasah Al-Hasaniyah. Nama Al Jam’iyatul
Washliyah sendiri merupakan pemberian dari Syekh Muhammad Yunus.

Dalam salah satu rapat yang diadakan di Medan pada tanggal 26 Oktober 1930, setelah H. Ismail Banda, H. M.Arsjad Th. Lubis dan H. Sjamsuddin memberikan paparan tentang bentuk organisasi yang akan didirikan dan tujuan organisasi telah disepakati (yakni memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya Agama Islam), para peserta rapat yang terdiri atas para pemimpin, ulama, guru dan pelajar Islam di Medan sepakat memberikan amanah kepada Syekh Muhammad Yunus untuk memberikan nama bagi organisasi yang akan didirikan.

Dalam biografi Syekh Muhammad Yunus yang dimuat dalam buku Peringatan Al Djamijatul Washlijah 1⁄4 Abad halaman 405 dinyatakan “satu hal yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah Al Jam’iyatul Washliyah ialah di saat putusnya maksud menegakkan organisasi ini, maka secara spontan beliau (Syekh Muhammad Yunus) memberi nama organisasi ini dengan nama ‘Al Jam’iyatul Washliyah’ …”

Sumber klasik Kealwashliyahan ini menyatakan dengan tegas bahwa nama Al Washliyah diberikan oleh Syekh Muhammad Yunus secara spontan, meskipun kemudian lebih sering disebut-sebut bahwa nama ini diberikan setelah Syekh Muhammad Yunus menunaikan salat sunat dua rakaat dan berdoa.

Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah yang disahkan pada tanggal 12 Februari 1950 juga menyebutkan makna Al Jam’iyatul Washliyah. Kata “Al Washliyah” (berasal dari bahasa Arab) berarti memperhubungkan dan mempertalikan. Al Jam’iyatul Washliyah, dengan demikian, berarti perhimpunan yang memperhubungkan dan mempertalikan.” Berdasarkan makna secara etimologis inilah, secara umum Al Washliyah sebagai organisasi berusaha “memperhubungkan segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan harus diperhubungkan.”

Secara khusus, misalnya, Al Washliyah berusaha “(1) memperhubungkan antara sesama anggotanya, (2) memperhubungkan antara sesama Ranting, Cabang dan Daerah, (3) memperhubungkan antara satu perhimpunan dengan yang lain, (4) memperhubungkan antara sesama kaum Muslimin dan antara sesama kaum Muslimat, (5) memperhubungkan antara umat Islam dengan agamanya, dan (6) memperhubungkan antara manusia dengan Tuhan.”

Makna seperti ini telah disebutkan secara lugas dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah yang dimuat dalam buku 21 Tahun Al Dj. Washlijah (1951) dan Peringatan Al Djamijatul Washlijah 1⁄4 Abad (1956). Dari aspek historis, Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah yang memuat makna tersebut disusun dan disahkan saat para pendiri Al Washliyah masih hidup dan memimpin organisasi Al Washliyah secara aktif, sehingga bisa dipastikan bahwa makna inilah yang sesuai dengan kehendak dan pendapat mereka.

Dari aspek normatif, Ustaz Nukman Sulaiman yang tidak lain adalah murid Syekh Muhammad Yunus menyebutkan bahwa nama Al Washliyah diambil dari Q.S. ar-Ra‘d/43: 21 yang artinya “dan orang-orang yang menghubungkan yashilun (apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.”

Ayat ini, kata Ustaz Nukman Sulaiman, membicarakan tentang salah satu dari delapan sifat ulu al-albab (orang-orang yang mempunyai akal), yang secara utuh disebutkan dalam Q.S. ar-Ra‘d/43 dari ayat 19 sampai ayat 25, yakni menghubungkan silaturahmi.

Sifat-sifat lainnya adalah memenuhi janji, takut kepada siksa Tuhan, takut kepada perhitungan yang buruk, sabar karena mengharapkan keridaan Tuhan, menegakkan salat, berkorban dalam ketaatan, dan menolak kejahatan dengan kebaikan. Karena itu, “sebagai orang Al Washliyyun wal Washliyyat (orang Al Washliyah laki-laki dan perempuan), tentulah termasuk orang-orang yang ber-‘aqal yang disebutkan dalam ayat tersebut, dan seharusnyalah mempunyai kedelapan sifat tersebut dalam ke-Al Washliyahannya.

Pada hakikatnya, kedelapan sifat tersebut itulah yang telah menjadi usaha Al Jam’iyatul Washliyah sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar …” Demikian penjelasan Ustaz Nukman Sulaiman tentang dasar nama Al Washliyah dalam Alquran.

H. Udin Sjamsuddin yang pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah (1959-1973) pernah memberikan ulasan ekstensif tentang makna Al Jam’iyatul
Washliyah. Ia berkata “Al Washliyah pada mulanya dilahirkan dengan tujuan bersilaturrahim satu dengan lain sesuai dengan kata aslinya dari bahasa Arab “wa-sa-la” ialah untuk menghubungkan yang dekat dengan yang jauh, dunia dengan akhirat, agama dengan pengetahuan, bumi dengan langit, Sumatera dengan Jawa, Kalimantan dengan Sulawesi, yang pada hakikatnya Al Washliyah ini tali suatu persaudaraan rohaniah jasmaniyah senusa, sebangsa, se-Tanah Air yang membujur dari Sabang sampai Merauke “Bhinneka Tunggal Ika” yang ber-Tuhan. Di samping Al Washliyah bercita-cita mengulurkan tali sutera persaudaraan Islam itu dari Merauke sampai ke Maroko sampai ke Mekkah, dari Mekkah ke Maccao.”

Pemaknaan ini memang terlihat lebih lengkap karena memperluas dan memperinci ulasan dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah perihal makna Al Jam’iyatul Washliyah.

Dari aspek makna-makna inilah semakin terang bahwa Al Jam’iyatul Washliyah mengusung dan mengedepankan visi moderat. Al Washliyah memang cenderung pada persatuan dan
perdamaian serta menolak disintegrasi dan konflik. Sekadar contoh, di era Orde Lama, Al Washliyah pernah berusaha secara aktif agar Nahdlatul Ulama (NU) tidak menyatakan keluar sebagai anggota istimewa Partai Masjumi, dengan alasan bahwa perpecahan akan banyak merugikan perjuangan umat Islam di Indonesia.

Selain itu, sikap cinta persatuan dan perdamaian itu juga terlihat dari konsep jati diri dan kepribadian pemimpin, pengurus dan anggota Al Washliyah, sebagaimana disebut dalam Shibghah Al Washliyah yang ditulis oleh Ustaz M. Ridwan Ibrahim Lubis, di antaranya adalah suka berjamaah, suka silaturahmi, berkata yang manis dan berbuat lemah lembut.

Atau sesuai dengan Shibghah Al Washliyah yang diajukan oleh Dewan Fatwa Al Washliyah (2016), di antara jati diri dan kepribadian orang Al Washliyah adalah “akhlaq al-karîmah” terhadap Allah, dalam pergaulan sesama manusia, (dalam) hubungan dengan makhluk lain dan lingkungan hidup.” Tanpa jati diri dan kepribadian seperti itu, tidak mungkin persatuan dan perdamaian dapat diwujudkan. Nashrun minallâh wafathun qarîb, wa basysyiril mu’minîn.

Dr. Ja’far, M.A.

  • Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2021-2026.
  • Dosen Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe

lihat lebih banyak lagi

Ketua PB Al Washliyah Julian Lukman Desak Prabowo Pertimbangkan Rencana Evakuasi Seribu Rakyat Gaza

JAKARTA - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi seribu rakyat Gaza Palestina ke Indonesia, menimbulkan reaksi pro dan kontra di tanah air. Organisasi Al...

Rencana Evakuasi Seribu Warga Gaza Palestina ke Indonesia, Doli: Semangat Dalam Bentuk Kepedulian

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Dr.Ir.H Ahmad Doli Kurnia Tanjung menilai rencana Presiden Prabowo Subianto membawa...

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan UNIVA Labuhanbatu

Penulis : Dr. Basyarul Ulya, S.H., M.H.Kategori : SejarahPenerbit : Pengurus Besar Al Jam’iyatul WashliyahTanggal Terbit : April 2025ISBN : Sedang prosesHalaman : xvi...

Ini Dia Karya Inspiratif, Buku Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan UNIVA Labuhanbatu

BUKU Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan UNIVA Labuhanbatu adalah karya inspiratif yang merekam jejak perjuangan dan dedikasi panjang dalam membangun pendidikan tinggi Islam di Labuhanbatu,...