DKI Jakarta

pbwashliyah@gmail.com

IndonesianArabicThaiEnglishChinese (Simplified)

Catatan Bang Zaka: “Pinjol, Diantara Kebutuhan dan Ketakutan”

PADA beberapa waktu belakangan ini ramai dibicarakan soal pinjaman online (pinjol). Fokusnya adalah di masalah penerapan sistem bunga dan penagihan yang
melibatkan para debt collector.

Ada keluhan dari para peminjam yang menganggap bahwa nilai bunga yang diterapkan sangat memberatkan, selain cara penagihan yang dianggap kurang manusiawi, malah cenderung memakai cara keras, secara verbal. Peminjam merasa terancam, tertekan, hingga terganggu ketenangannya. Itulah yang ramai dibicarakan.

Sebenarnya apa yang terjadi di balik munculnya pinjol itu? Satu hal saja, yaitu kebutuhan. Dalam situasi ekonomi yang sulit orang akan cenderung mencari jalan pintas
untuk mendapatkan uang, meminjam uang adalah salah satu solusi yang dianggap paling mudah. Hanya bermodal KTP, KK dan nomor HP, maka uang pun cair. Uang cair,
masalah pun selesai. Benernah masalah selesai? Tentu saja tidak. Akan datang kemudian masalah berikutnya yang justru makin besar dibandingkan masalah sebelumnya.

Pinjol mungkin tak jauh berbeda dengan aktivtas peminjaman uang pada bank keliling, yang pernah sangat marak beberapa tahun lalu. Di beberapa daerah bank
keliling itu sering pula disebut sebagai rentenir atau bank gelap. Metodenya hampir sama, hanya berbeda di dalam penerapan sistem bunga dan penagihan. Jika pinjol sistem pengambalian pinjaman dibayarkan secara langsung, maka bank keliling memakai cara penagihan setiap hari atau dicicil. Petugas dari bank keliling akan mendatangi si peminjam secara harian. Meski berbeda pola dan caranya, toh tetap saja pinjol dan bank keliling memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menjerat para peminjam ke dalam situasi yang sulit.

Pinjol dan bank keliling mungkin tak bisa juga disalahkan sepenuhnya. Mereka ada karena ada permintaan atau kebutuhan. Teori supply and demand berlaku. Yang jadi
masalah adalah soal sistem keuangan yang diterapkan di pinjol dan bank keliling itu melanggar sistem keuangan atau perbankan yang berlaku secara resmi di Indonesia.

Pada titik inilah pinjol bisa disalahkan. Kemudian cara penagihan juga dirasakan melanggar hak-hak dasar kemanusiaan, seperti membentak, menekan bahkan mengancam. Baiklah, mungkin cara penagihan itu keliru, tetapi juga persoalan akan kembali ke akarnya, yaitu kedisplinan para peminjam. Apakah para peminjam telah mematuhi semua kesepakatan, termasuk kesepakatan sistem pengembalian pinjaman, terlepas dari seberapa mencekiknya suku bunga pinjaman itu?

Para debt collector pastilah tidak akan turun tangan jika tak ada masalah di urusan pengembalian pinjaman, bukan? Sebenarnya masalahnya tidaklah terlalu sulit, jika saja semua pihak mau ikut urun rembug menyelesaikan masalah pinjol ini. Otiritas Jasa Keuangan (OJK) mengontrol lebih ketat perijinan dan penerapan sistem suku bunga para penyedia pinjol, bekerja sama dengan pihak kepolisian. Tertibkan mereka secara perusahaan, tertibkan pula secara perbankan. Semua bentuk pelanggaran harus tidak diberi toleransi sedikit pun.

Kita ingat bagaimana dulu (mungkin sekarang juga masih ada) ketika para debt collector “menghantui” para pengkredit kendaraan bermotor. Tindakan yang paling
ditakutkan adalah saat para debt collector memaksa mengambil kendaraan itu saat di jalan atau di rumah. Masalah itu agak mereda ketika pihak kepolisian secara tegas
mengatakan akan menindak siapa pun yang mengambil kendaraan secara paksa, terlebih di jalanan.

Bahkan ada di satu-dua daerah yang pimpinan wilayah kepolisiannya sampai mengancam akan menembak jika para debt collector masih melakukan tindakan pengambilan secara paksa kendaraan di jalan raya. Ini adalah soal ketegasan. Ketegasan seperti ini pastinya juga dibutuhkan dalam masalah pinjol.

Sebenarnya ada solusi lain, yakni menumbuhkan kembali koperasi simpan-pinjam. Secara kultur, ekonomi kerakyatan dan sistem kegotong-royongan, koperasi simpan-pinjam itu lebih baik dibandingkan dengan pinjol. Di desa-desa masih banyak dijumpai koperasi seperti itu, misalnya di daerah pertanian dan perikanan. Para petani dan nelayan memanfaatkan koperasi untuk menyelesaikan persoalan keuangan mereka.

Ya sudahlah, saya cuma mengingatkan untuk lebih berhati-hati lagi jika berurusan dengan pinjol. Berpikir lebih keraslah untuk bisa mendapatkan uang, jangan menjadikan pinjaman online sebagai tumpuan. Apalagi jika pinjam uang hanya untuk beli HP baru atau untuk DP sepeda motor…lepas dari mulut buaya, masuk lagi ke mulut harimau (gali lobang,tutup lobang, kelar sudah hidupmu..hehehehe)

Kelola uang dengan cerdas, jauhi pemborosan….

Muhamad Zarkasih

  • Ketua Sako Pramuka Al Washliyah PB Al Washliyah
  • Pemerhati Masalah Sosial dan Masyarakat.

lihat lebih banyak lagi

PPLN Mesir Peringati HUT ke-94 Al Washliyah Ditandai Aneka Lomba dan Tasyakuran

KAIRO -Memperingati Hari Ulang Tahun ke-94 Al Jam'iyatul Washliyah, Pengurus Perwakilan Luar Negeri (PPLN) Al Jam'iyatul Washliyah Mesir mengadakan aneka kegiatan perlombaan dan juga...

Muhammad Fawazul Alwi Resmi Dikukuhkan Sebagai Ketua GPA Aceh Barat 2024-2028

ACEH BARAT - Muhammad Fawazul Alwi resmi dikukuhkan sebagai Ketua Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA) Aceh Barat periode 2024-2028 dalam sebuah acara pelantikan yang...

Tabligh Akbar di UNIVA Labuhan Batu, UAS: Tarik Tabungan Dari Bank Konvensional & Alihkan ke Bank Washliyah

RANTAU PRAPAT - Ustad kondang, Prof.Dr.H.Abdul Somad, Lc,D.E.S.A, Ph.D, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Ustaz Abdul Somad (UAS) mengajak warga Washliyah untuk menunaikan...

Upacara Peringatan Detik-Detik Lahirnya Al Washliyah ke-94 di SMP Al Washliyah Kayumanis Berlangsung Khidmat

JAKARTA – Memperingati Hari Lahir Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah) yang ke-94 tahun, SMP Al Washliyah Kayumanis, Jakarta Timur, menggelar upacara yang berlangsung khidmat...