AL JAM’IYATUL WASHLIYAH merupakan organisasi Islam moderat yang memiliki jumlah pengikut signifikan di Indonesia. Dari sisi paham keagamaan, Al Washliyah berasas Islam serta bermazhab Syâfi‘i dan Ahlussunnah wal Jamâ‘ah. Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah yang disahkan pada tanggal 12 Februari 1950 menegaskan bahwa “perkumpulan ini berasas Islam, dalam hukum fikih bermazhab Syâfi‘i dan dalam I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah.”
Asas ini terus dipertahankan sampai saat ini kecuali terkait redaksi mazhab fikih. Pada Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah ke-XVIII di Bandung, 25-28 November 1997, redaksi tentang mazhab fikih Al Washliyah mengalami sedikit perubahan dari “… dalam hukum fikih bermazhab Syâfi‘i” menjadi “Al Washliyah berakidah Islam, dalam iktikad dan dan hukum fikih bermazhab Ahlussunnah wal Jamâ‘ah dengan mengutamakan mazhab Syâfi‘i.”
Sampai akhirnya, dalam Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah ke-XXI di Jakarta, 22-24 April 2015, pasal asas dan akidah kembali berubah menjadi “Al Washliyah berasaskan Islam, beriktikad Ahlussunnah wal Jamâ‘ah, dalam fikih bermazhab Syâfi‘i.” Redaksi terakhir ini tetap bertahan dalam Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah ke-XXII di Jakarta, meskipun sebagian ulama lebih setuju dengan redaksi pasal akidah dan asas hasil Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah ke-XVIII di Bandung, yakni mengutamakan mazhab Syâfi‘i.
Terlihat bahwa Al Washliyah merupakan organisasi berasas Islam. Dalam bidang fikih, Al Washliyah menganut mazhab Syâfi‘i. Dalam bidang akidah, Al Washliyah menganut mazhab Ahlussunnah wal Jamâ‘ah. Dengan demikian, ada tiga kata kunci terkait dengan paham keagamaan Al Washliyah, yakni Islam, mazhab Syâfi‘i, dan mazhab Ahlussunnah wal Jamâ‘ah. Agar konstituen Al Washliyah tidak salah paham terkait makna tiga kata kunci ini, para pendiri Al Washliyah kemudian merancang dan mengesahkan Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah di Medan pada tanggal 23 Rabi‘ al-Akhir 1369/12 Februari 1950. Saat itu, semua pendiri Al Washliyah masih hidup, terutama Abdurrahman Sjihab, Ismail Banda, M. Arsjad Th. Lubis dan Yusuf Ahmad Lubis.
Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah, telah dijelaskan makna berasas Islam serta makna bermazhab Syâfi‘i dan bermazhab Ahlussunnah wal Jamâ‘ah. Sayang sekali, Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah tidak pernah diterbitkan kembali, dan terakhir diterbitkan dalam bagian akhir dari buku Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Al Jam’iyatul Washliyah yang disahkan pada tanggal 25 Januari 1979. Tentu saja, tafsir seperti ini perlu diterbitkan kembali dan disempurnakan sebagaimana telah dilakukan oleh para pendiri Al Washliyah terdahulu agar pengurus dan konstituen Al Washliyah tidak keliru dalam memahami Anggaran Dasar Al Washliyah, terutama terkait makna asas dan akidah Al Washliyah.
Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah, disebutkan bahwa Al Washliyah berasas Islam, dalam arti bahwa, segala usaha yang dijalankan atas nama organisasi harus didasarkan pada agama Islam. Usaha-usaha organisasi Al Washliyah tidak boleh bertentangan dengan agama Islam. Karena itu, para pemimpin, pengurus dan anggota Al Washliyah harus menyesuaikan usaha-usaha organisasi dengan ketentuan hukum Islam.
Berikut ini kutipan teks mengenai arti berasas Islam, “Perkumpulan ini berasas Islam, artinya segala sesuatu usaha yang dibangunkan atas namanya haruslah ditegakkan di atas Islam yang menjadi asasnya. Tidak boleh sekali-kali sedikit pun keluar daripadanya. Tiap-tiap pemimpin, pengurus dan anggota, tiap-tiap ranting, cabang dan daerah harus lebih dahulu mencocokkan tiap-tiap usaha yang akan digerakkan dan diperjuangkan atas nama perkumpulan ini dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Hanya yang diizinkan hukum Islam yang boleh dikerjakan, yang tidak diizinkan sekali-kali tidak boleh digerakkan dan dicampuri.”
Terkait dengan mazhab Syâfi‘i dijelaskan bahwa maksud mazhab Syâfi‘i adalah mazhab Imam Syâfi‘i. Maksud dari mazhab Syâfi‘i di sini adalah hukum-hukum fikih yang ditetapkan dan dikeluarkan Imam Syâfi‘i dari Alquran dan Hadis melalui ijtihadnya.
Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah diungkap dua poin penting mengenai arti bermazhab Syâfi‘i. Poin pertama, arti mazhab Syâfi‘i menjadi asas Al Washliyah. Arti mazhab Syâfi‘i menjadi asas dalam organisasi Al Washliyah adalah “(1) segala sesuatu usaha yang digerakkan atas nama perkumpulan ini atau yang dicampurinya haruslah dilakukan di dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum fikih dalam mazhab Syâfi‘i. (2) Segala sesuatu pertikaian yang terjadi di dalam perkumpulan ini yang mengenai ketentuan hukum-hukum fikih, haruslah diputuskan menurut mazhab Syâfi‘i. Dengan ini dapat diketahui bahwa ketentuan-ketentuan itu hanya berlaku di dalam perkumpulan dan atas nama perkumpulan pula.”
Kesimpulan poin pertama ini adalah bahwa maksud Al Washliyah bermazhab Syâfi‘i adalah bahwa usaha-usaha atas nama Al Washliyah harus didasarkan pada mazhab Syâfi‘i, dan pertikaian yang terjadi dalam organisasi harus diputuskan menurut mazhab Syâfi‘i. Jadi, mazhab Syâfi‘i adalah mazhab organisasi.
Poin kedua adalah terkait mazhab fikih anggota Al Washliyah secara personal. Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah disebutkan sebuah poin penting bahwa “di luar itu, anggota-anggota Al Washliyah bebas memperluas pahamnya dan bebas mengamalkan ilmunya.” Ini menunjukkan bahwa mazhab Syâfi‘i adalah mazhab organisasi, dalam arti bahwa amal usaha organisasi harus didasarkan pada mazhab Syâfi‘i, dan perselisihan di internal Al Washliyah harus diselesaikan menurut mazhab Syâfi‘i. Namun, di luar itu semua, anggota Al Washliyah bebas memperluas pahamnya dan bebas mengamalkan ilmunya dalam bidang fikih. Ini karena Al Washliyah menghargai kemerdekaan berpikir, berekspresi dan berpendapat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Tetapi, ini tidak bermakna bahwa anggota Al Washliyah bebas tanpa batas dalam memperluas paham dan mengamalkan ilmunya. Sebab, Al Washliyah adalah organisasi moderat (wasathiyyah) yang tidak ekstrem kiri dan tidak ekstrem kanan sebagaimana dikatakan Ustaz Ramli Abdul Wahid (Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2015-2020) bahwa “paham yang dikehendaki Islam itu sebenarnya adalah paham wasathiyah, bukan ekstrem kanan (radikalisme dan terorisme) ataupun ekstrem kiri (liberalisme, pluralisme dan sekularisme) …”
Hal ini bisa dilihat dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah terkait alasan mazhab Syâfi‘i dijadikan sebagai asas Al Washliyah. Bahwa alasan mazhab ini dijadikan sebagai asas karena tiga hal.
“(1) semua pengurus dan anggota yang mula-mula membangunkan perkumpulan ini adalah bermazhab Syâfi‘i. (2) umumnya penduduk Sumatera Timur tempat perkumpulan ini mula-mula didirikan adalah juga bermazhab Syâfi‘i. (3) … untuk menjaga persatuan dalam perkumpulan, supaya dalam tiap-tiap pertikaian ada yang dijadikan asas dan dalam tiap-tiap usaha yang digerakkan ada tempat berdiri, ditetapkanlah untuk pertama kali mazhab Syâfi‘i.”
Tetapi, ini tetap memungkinkan bahwa anggota Al Washliyah secara pribadi menganut mazhab fikih selain mazhab Syâfi‘i seperti mazhab Maliki, Hanafi dan Hanbali. Tetapi, tegas dinyatakan bahwa amal usaha dan penyelesaian perselisihan dalam organisasi harus didasarkan pada mazhab Syâfi‘i.
Terakhir, Al Washliyah menganut mazhab Ahlussunnah wal Jamâ‘ah. Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah, disebutkan bahwa Ahlussunnah wal Jamâ‘ah adalah “orang-orang yang berjalan menurut sunnah (jalan Nabi Muhammad Saw.) dan jamâ‘ah (golongan orang banyak).” Ahl al-Sunnah adalah “orang-orang yang menurut jalan Nabi Muhammad Saw., yaitu jalan yang dijalani oleh orang-orang saleh yang dahulu, beralasan Alquran dan Hadis.” Dalam hadis disebutkan bahwa umat Islam terpecah menjadi 73 golongan, dan golongan yang akan masuk surga adalah al-jamâ‘ah, yaitu golongan orang banyak. Golongan ini mengikuti jalan Nabi dan sahabat-sahabatnya.” Golongan ini akan bebas dari neraka dan merupakan golongan ahli surga.
Dalam bagian akhir dari Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah ditegaskan bahwa Ahlussunnah wal Jamâ‘ah adalah iktikad menurut jalan Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Berbeda dari ketentuan dalam mazhab fikih, anggota Al Washliyah secara personal tidak mungkin menganut mazhab selain Ahlussunnah wal Jamâ‘ah, karena bagi Al Washliyah, mazhab inilah yang akan membawa ke surga.
Secara spesifik, Ustaz Ramli Abdul Wahid, dalam artikelnya yang berjudul “Akidah Al Jam’iyatul Washliyah” (lihat dalam http://kabarwashliyah.com/2014/01/21/akidah-al-jamiyatul-washliyah/), menegaskan bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah mazhab akidah yang didirikan oleh Imam Abû al-Hasan al-Asy‘ari (w. 936). Kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama mazhab Asy‘ariyah mengajarkan masalah enam rukun iman (percaya kepada Allah Swt., malaikat-malaikat, kitab-kitab samawi, rasul-rasul, hari pembalasan dan takdir) dan sifat duapuluh.
Ulama-ulama Al Washliyah juga menulis buku-buku akidah dalam mazhab Ahlisunnah Wal Jamaah. Para guru di madrasah-madrasah Al Washliyah juga menjadikan karangan para ulama mazhab ini sebagai bacaan wajib para pelajarnya. Itulah mengapa Al Washliyah dapat disebut sebagai benteng mazhab Syâfi‘i dan Ahlussunnah wal Jama‘ah di Indonesia.
Jelas bahwa Al Washliyah berasas Islam, serta menganut mazhab Syâfi‘i dan Ahlussunnah wal Jamâ‘ah. Tetapi, Al Washliyah tetap menghargai kemajemukan terutama dalam konteks berbangsa dan bernegara sebagai bukti bahwa Al Washliyah mengedepankan pikiran, sikap dan perilaku moderat. Al Washliyah juga sudah memberikan panduan etis dalam menyikapi perbedaan sebagaimana termaktub dalam Shibghah Al Washliyah.
Dalam Shibghah Al Washliyah yang diperkenalkan Ustaz M. Ridwan Ibrahim Lubis, bahwa ciri pemimpin, pengurus dan anggota Al Washliyah di antaranya adalah “berkata yang manis dan berbuat lemah lembut.”
Dalam Shibghah Al Washliyah yang diajukan oleh Dewan Fatwa Al Washliyah dan disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Al Jam’iyatul Washliyah di Bogor tahun 2016, disebutkan bahwa di antara jati diri dan kepribadian anggota Al Washliyah adalah berakhlak mulia terhadap Allah, dalam pergaulan sesama manusia dan dalam membina hubungan dengan makhluk lain dan lingkungan hidup. Al Washliyah menolak cara-cara ekstrem dan tidak etis dalam menyikapi perbedaan. Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wa basysyiril mu’minîn.
Dr. Ja’far, M.A.
- Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2021-2026.
- Dosen Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe