RASULULLAH shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang salatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi.” (HR. Annasa’i dan Turmidzi). Dalam hadis yang lain disebutkan, “Salat adalah tiang agama; salat adalah kunci segala kebaikan.” (HR. Thabrani).
Dalam hadits ini disebutkan bahwa salat itu bagaikan tiang agama, barang siapa yang mendirikannya, berarti ia mendirikan agama, dan barang siapa yang tidak mendirikannya, berarti ia meruntuhkan agama. Salat merupakan kunci segala kebaikan, karena dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, seperti dalam Al-Quran surat Al-Ankabut, 29:45)., “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
Ketahuilah bahwa salat adalah tiang agama, dan asas Islam yg terpenting dari yang lima sesudah syahadat. Kedudukannya pada sisi agama seperti pada sisi tubuh. Jika orang tidak bisa hidup tanpa kepala, begitu pula agama tidak bisa kokoh tanpa shalat. Demikianlah maksud sebuah hadits.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Apabila seseorang mengerjakan salat dengan baik dan menyempurnakan ruku serta sujudnya, niscaya shalat berkata, “Semoga Allah memelihara dirimu seperti engkau memelihara diriku”, lalu shalat itu menaikkan (diterima). Dan apabila seseorang mengerjakan salat dengan buruk serta tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka salat berkata, “Semoga Allah menyia-nyiakan dirimu sebagaimana engkau menyia-nyiakan diriku”, lalu salat itu digulung seperti pakaian yang lapuk digulung, kemudian salat itu dipukulkan ke muka pelakunya.” (HR. ath-Thayalisi melalui Ubadah ibnush Shamit r.a.).
Hadits ini menerangkan tentang keutamaan ibadah salat. Disebutkan bahwa salat yang dikerjakan dengan baik dan mendoakan pelakunya dengan doa yang baik pula, sedangkan shalat yang dikerjakan dengan buruk, maka shalat itu akan mengutuk pelakunya, yang digambarkan oleh hadits ini bahwa salatnya digulung seperti kain yang sudah lapuk, lalu dipukulkan kepada muka pelakunya. Atau dengan kata lain, salat tersebut kelak akan menimbulkan mudarat kepada pelakunya karena ia menyia-nyiakannya. Termasuk ke dalam pengertian melalaikan ialah mengerjakan shalat dengan cara yang buruk, yaitu tanpa menyempurnakan rukuk dan sujudnya.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Tiadalah bagi seseorang yang sedang mengerjakan shalat kecuali di sebelah kanan dan kirinya terdapat malaikat; apabila ia menyempurnakan salatnya dengan baik, maka kedua malaikat tersebut membawa shalatnya naik, dan apabila ternyata ia tidak menyempurnakannya, maka kedua malaikat tersebut memukulkan shalatnya ke muka orang yang bersangkutan.” (HR. ad-Daruquthni melalui Umar r.a.).
Salat apabila dikerjakan dengan sempurna, pahalanya dibawa naik ke langit oleh dua malaikat. Akan tetapi, jika orang yang bersangkutan mengerjakannya tidak dengan sempurna, maka salat itu dipukulkan kepadanya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata bahwa manusia dalam shalatnya ada lima tingkatan: pertama , tingkatan orang yang zalim kepada dirinya sendiri dan melampaui batas. Yang masuk katagori ini adalah orang yang meremehkan (mengurangi atau tidak menyempurnakan) wudhunya, waktunya, ketentuan-ketentuannya, dan rukun-rukunnya.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.” (QS. Al-Maa’uun, 107:4-5).
Dalam penafsiran 2 ayat ini Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni mengatakan, “Kehancuran dan siksa adalah untuk orang-orang shalat yang munafik yang memiliki sifat-sifat buruk ini; mereka lupa akan salat mereka dengan mengakhirkannya dari waktunya dengan meremehkannya. Ibu Abbas berkata, “Dia adalah orang yang jika salat tidak mengharapkan pahalanya dan jika tidak salat dia tidak takut siksanya.” Abu Aliyah berkata, “Mereka tidak shalat pada waktunya, tidak ruku’ dan sujud dengan sempurna. Nabi Saw. pernah ditanya tentang ayat ini dan beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak sekali-kali seseorang hamba berpaling dalam shalatnya kecuali Rabbnya berfirman, “Kemanakah engkau berpaling hai anak Adam?, Aku lebih baik dari hal-hal yang engkau berpaling kepadanya.” (HR. Baihaki melalui Abu Hurairah r.a.).
Dalam hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda, “Allah senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada seorang hamba yang sedang salat selama ia tidak menoleh. Jikalau ia menoleh, maka Allah pun akan berpaling daripadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Menoleh ketika sedang shalat hukumnya makruh, dan apabila gerakannya itu tidak hanya sekadar menoleh, tetapi dibarengi dengan anggota tubuh lainnya dan lebih dari gerakan yang dimaafkan, atau menoleh dengan seluruh badan hingga berpaling dari arah kiblat, maka menurut kesepakatan ulama shalatnya batal, karena telah meninggalkan kewajiban dalam menghadap kiblat, kecuali dalam keadaan darurat seperti ketika dalam medan pertempuran.
Kedua, orang yang menjaga waktu salat, ketentuannya, rukunnya yang zhahir, dan wudhunya. Namun usaha keras jiwanya telah dihilangkan oleh rasa was-was sehingga pahalanya pun melayang dengan rasa was-was dan angan-angannya.
Meratakan wudhu’ ke seluruh anggotanya dengan mengulangnya tiga kali tanpa was was atau keraguan. Karena was was dalam bersuci dan salat merupakan hasutan setan yang menyesatkan orang-orang yang dangkal ilmu dan lemah otaknya. Memperbarui wudhu’ bagi tiap shalat adalah sunah, begitu pula mengekalkan diri dalam keadaan wudhu’ pada setiap waktu adalah dituntut, karena yang demikian itu mengandung berbagai manfaat. Selain itu, ada banyak riwayat shahih yang lain mengatakan, barang siapa berwudhu’ dengan membaguskan wudhu’nya, maka akan gugurlah semua dosa dari anggota-anggota wudhu’ itu. Sesudah itu, ia akan memasuki salat, sedang keadaan dirinya bersih suci dari segala dosa.
Ketiga, orang yang mematuhi ketentuan dan rukunnya, serta berusaha keras mengusir rasa was-was dan angan-angannya. Ia sibuk berjuang melawan musuhnya agar tidak mencuri salatnya. Orang seperti ini berada dalam shalat dan jihad.
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam telah bersabda, “Luruslah dalam bersujud, dan janganlah salah seorang dari kamu membentangkan kedua hastanya seperti anjing membentangkan kaki mukanya.” (HR. Bukhari). Luruskanlah tangan kalian searah dengan tubuh sewaktu kalian sedang sujud, dan janganlah kalian merentangkan kedua tangan seperti anjing merentangkan kedua kaki depannya. Hadis ini menerangkan tentang cara bersujud yang benar dan yang keliru.
Keempat, orang yang ketika mendirikan salat, ia menyempurnakan kewajibannya, rukunnya, dan ketentuannya. Hatinya tenggelam (dalam kekhusyu’an) demi menjaga ketentuan dan kewajiban shalatnya supaya tidak ada satu pun yang hilang dari shalatnya. Bahkan semua kesungguhannya dicurahkan untuk melakukan salat, menyempurnakan, dan melengkapinya sebagaimana mestinya. Hatinya telah tenggelam untuk urusan salat dan beribadah kepada Rabbnya.
Kelima, orang yang saat mendirikan shalat, ia melakukannya sebagaimana mestinya. Namun bersamaan dengan itu, ia mengambil hatinya dan meletakkannya di hadapan Rabbnya, seraya melihat-Nya dengan hati dan memandang-Nya. Hatinya dipenuhi dengan rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya, seakan-akan ia melihat dan menyaksikan-Nya. Rasa was-was dan bahaya hatinya telah lenyap, dan terbuka hijab shalat antara dirinya dengan Rabb-nya.
Rasulullah Saw. bersabda, “Allah Ta’ala tetap berhadapan dengan hamba-Nya yang sedang salat dan jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya.” (HR. Mashobih Assunnah).
Perbandingan antara dirinya dengan orang yang lalai dalam salat, adalah lebih utama dan lebih agung dibandingkan sesuatu yang ada di antara langit dan bumi. Sebab dalam shalatnya ia merasa senang dan sibuk dengan Rabb-nya. Tingkatan yang pertama dihukum, yang kedua dihisab, yang ketiga dihapus dosanya, yang keempat diberi pahala, dan yang kelima dekat dengan Rabbnya.
Barangkali bisa dijadikan renungan bagi kita dalam melaksanakan ibadah shalat, ada kata-kata hikmah dari seorang alim: Wahai orang yang lalai dalam salatnya: tubuhmu ada ditempat, namun hatimu menerawang tidak karuan ke berbagai tempat. Dirimu hanyalah tubuh semata tanpa roh âĤ. jasad semata tanpa kehidupan âĤ yang dibaca berbeda dengan yang dipahami. Dirimu seperti orang yang dimintai permata berharga oleh seorang raja sebagai syarat menjadi teman dekatnya dan pengawal nya. Kemudian ia membeli segenggam pasir dan meletakkannya dalam keranjang, lalu mempersembahkannya kepada sang raja. Ketika sang raja melihat persembahannya, ia pun langsung marah. Maka, sebagai ganti dari menjadi teman dekat dan pengawal nya, ia pun diusir dan diasingkan.
Semoga Allah Swt. memasukan kita sekalian ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa memelihara salat, melaksanakannya, senantiasa khusyu’ di dalam melakukannya, dan tetap memelihara waktu-waktunya dengan sempurna.
Wallahu A’lam bish-shawab.
Drs.H.Karsidi Diningrat, M.Ag
- Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung
- Wakil Ketua Majelis Pendidikan PB Al Washliyah