“Saidina Ali Ra. berkata: “Rezeki yang diperoleh hari ini masih bisa diharapkan dan diganti pada hari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin esok kembali lagi”.
BERBICARA masalah nikmat dan karunia Allah Swt. serta kewajiban untuk mensyukurinya, tepatlah bila kita ungkapkan sebuah hadist Nabi Saw, yang mengatakan ada dua nikmat yang sering dilalaikan dan dilupakan oleh sebagian banyak orang.
Apakah dua nikmat tersebut? Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: ” Ada dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu dengan keduanya, Yaitu: nikmat sehat dan nikmat sempat [waktu]”. [HR. Bukhari].
Nikmat yang pertama adalah nikmat kesehatan. Sebagian orang kadang kala jarang sekali didengar orang yang mendapat dirinya dalam keadaan sehat walafiat, segar bugar, lalu dengan penuh syukur seraya berucap “Alhamdulillah” [segala puji bagi Allah].
Hal ini disebabkan oleh karena dia tidak menyadari kesehatan yang didapati di tubuhnya merupakan nikmat yang begitu besar dari Allah Swt.
Dia hanya mengira yang termasuk nikmat Allah itu hanyalah yang berupa harta benda dan kekayaan dan lain sebagainya yang bersifat materi.
Hal ini akan berakibat orang tadi tidak akan menggunakan nikmat kesehatan tersebut semaksimal mungkin untuk hal-hal yang positif, sebagai tanda syukurnya kepada Allah. Bahkan sebaliknya cenderung disia-siakan begitu saja.
Kapan seseorang akan sadar kesehatannya itu adalah karunia yang amat besar dari Allah Swt. Dia baru akan mengakui nikmat sehat itu bila kesehatannya telah dicabut oleh Allah Swt.
Dia baru sadar, mengapa dulu saat masih sehat tidak menggunakannya untuk memperbanyak amal salih, dan dia akan menyesali tindakannya sendiri.
Saat kakinya sudah tidak bisa lagi diajak berjalan, dia berkata, mengapa dulu saat masih sehat, saat masih muda tidak melangkahkan kaki untuk ikut shalat jamaah di Masjid, mengapa dulunya hanya dipakai untuk pergi kesana kemari tanpa manfaat dan tujuan jelas?
Saat penglihatannya sudah rabun dia menyesal, mengapa dulu tidak menggunakannya untuk banyak-banyak membaca Al Qur’an, mengapa dulu hanya digunakan untuk begadang bersama handphone semalam suntuk, dan melihat hal yang tidak bermanfaat dan mencerdaskan.
Begitu pula saat lidah telah kaku, stroke, pendengarannya tidak normal, mengapa dulu tidak digunakan untuk banyak berdzikir, mendengarkan pengajian [ceramah agama], menambah wawasan pengetahuan.
Mengapa dulu hanya digunakan untuk berpoya-poya, bersenang-senang mendengar musik yang asyik, lalai terlena dan terpesona dengan gemerlapnya malam dan lain sebagainya.
Tetapi sayang sekali, kesadaran yang timbul saat seseorang dalam keadaan sakit atau terjepit dengan berbagai problem [masalah], terkadang akan hilang kembali bila sudah sembuh dari penyakitnya atau keluar dari persoalan yang menghimpitnya.
Dalam hal ini Allah Swt berfirman dalam surat Yunus ayat 12: “Dan manusia bila ditimpa bahaya, dia berdo’a pada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia [kembali] melalui [jalannya yang sesat], seolah-olah dia tidak pernah berdo’a pada Kami untuk [menghilangkan] bahaya yang menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas memandang baik apa yang mereka kerjakan.” [QS. Yunus: 12].
Islam tidak mengajarkan sikap demikian, tetapi yang diajarkan Islam adalah: “Hendaklah kau kenal dan ingat kepada Allah dalam keadaan lapang, niscaya Allah akan ingat dalam keadaan kesulitan.”
Nikmat kedua yang sering dilalaikan oleh banyak orang sekarang ini adalah nikmat kesempatan, nikmat waktu yang dikaruniakan Allah Swt. kepada manusia.
Bila orang Barat mengatakan “Time is Money”, waktu adalah uang, maka sebagai seorang Muslim hendaknya mengatakan: “Waktu adalah kehidupan”.
Maka siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya berarti telah menyia-nyiakan pula kehidupannya.
Waktu dan umur adalah modal utama manusia. Apabila tidak diisi dengan kegiatan yang positif, waktu akan berlalu begitu saja.
Ketika waktu disia-siakan, jangankan keuntungan yang diperoleh, modal pun telah hilang.
Saidina Ali Ra. Berkata: “Rezki yang tidak diperoleh hari ini masih bisa diharapkan dan diganti pada hari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin esok kembali lagi”.
Yang ada hanyalah penyesalan yang berkepanjangan, karena setiap orang nanti akan bertanggung jawab dihadapan Allah Swt. dan akan ditanya tentang semua nikmat yang diperolehnya.
Allah Swt. berfirman; “Dan pasti kalian akan ditanya pada hari itu tentang [segala] nikmat [yang kalian peroleh]. [QS. At-Katsur: 8].
Akhirnya, marilah kita mengintrospeksi diri masing-masing, hingga dapat mengurangi hal-hal yang tidak bermanfaat dari hidup keseharian, serta menambah keseriusan untuk amal sosial dan berkarya demi agama nusa dan bangsa. Amin ya Rabbal a’lamiin. Wallahu a’lam bishshawab.
Aswan Nasution
- * Pengurus PW Al Washliyah Nusa Tenggara Barat [NTB].
- * Tinggal di Lombok, NTB.