BERSYUKUR dan berbahagialah para dai dan ulama yang memilih kegiatan utamanya saat hayatnya sebagai pendakwah (waratsatul anbiya’).
Nabi dan Rasul itu, juga manusia, pada waktunya semua berpulang ke rahmatullah. Seandainya tida ada orang yang meneruskan tugasnya dalam berdakwah, maka ajaran itu akan terputus sampai akhir hayat para Nabi dan Rasul tersebut.
Berkat peran para Asatiz asatizah yang berdakwah terus menerus tak kenal lelah siang dan malam, dikala senang dan susah, maka dakwah itu secara estafet berlangsung hingga saat ini. Insya Allah berlanjut sampai hari akhir dimana sudah tidak diperlukan lagi apapun yang dikerjakan oleh manusia.
Memilih tugas menjadi dai memang bukan untuk mencari kekayaan materi, tapi Allah telah memberinya kekayaan jiwa, lapang dada, penghormatan yang lebih dari yang lain, wawasan berfikir yang luas, berbagai ilmu pengetahuan dan amal jariah.
Amal jariah para dai insyaallah bercabang-cabang dan tidak putus sampai akhir hayatnya. Semua orang yang tercerahkan Insya Allah menjadi amal yang tak putus bagi sang Da’i, meski sang Da’i telah meninggal dunia.
Saya sering menyaksikan dan merasakan, betapa hormatnya orang kepada dai dan ulama, selalu disambut kedatangannya dan dilepas kepergiannya, dengan penuh rasa hormat. Orang banyak diundang hadir hanya untuk mendengarkan ceramahnya/nasehatnya.
Masih banyak lagi, meski dai tidak mencari-cari agar dia dihormati, tapi kehormatan yang dirasakannya tidak lain karena kasih sayang Allah kepada para dai yang senantiasa menyiapkan dirinya untuk meneruskan tugas para nabi dan Rasul.
Orang selalu merasa terhibur, tenteram jiwanya setelah mendengar nasehat yang baik dan benar dari para dai, kecuali mereka yang terganggu imannya, diantaranya malah ada yang berani merendahkan para Da’i dan Ulama karena kedangkalan ilmunya.
Teruslah berjuang para asatiz dan asatizah/ulama. Jasamu akan tetap dikenang. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang kuat iman, ilmu dan amalnya.
Penulis;
H.Abdul Mun’im Ritonga
Anggota Majelis Dakwah PB Al Washliyah.