“Mempersiapkan dan mendidik generasi bertauhid yaitu generasi Shiddiq, generasi Amanah, generasi Tabligh, dan Fathanah adalah tanggung jawab kita semua demi menyelamatkan kehidupan umat manusia di masa mendatang.” (ISTAID).
KETIKA ajal hampir tiba, Nabi Yakub memanggil anak cucunya, Ia merasa khawatir meninggalkan generasi ingkar tauhid, karena hanya akan menjadi “beban” masyarakat.
Ia ingin mengetahui sampai dimana dan sejauh mana kemantapan mereka terhadap agama tauhid yang telah ditegakkan moyangnya.
Hal ini, termaktub dalam Al-Qur’an, “Hai anak-cucuku, siapakah yang akan kalian sembah sepeninggalku nanti?” tanyanya.
Dengan tegas anak-cucu Yakub menjawab, “Kami akan menyembah Tuhan sembahanmu dan sesembahan moyangmu: Ibrahim, Ismail, dan Ishak, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 33).
Dialog di atas menggambarkan keserasian antara generasi tua dan generasi penerus dalam menegakkan ajaran tauhid, yang tentu saja harus menjadi teladan bagi setiap muslim.
Yakub sangat khawatir meninggalkan generasi lemah iman dan gersang agamanya. Namun ia sangat bahagia ketika mendengar anak-cucunya memberikan pernyataan bahwa mereka tetap berpegang teguh pada ajaran tauhid.
Yang ditanyakan Yakub, “Siapakah yang kalian sembah sepeninggalku nanti”, bukan ” Apa yang akan kalian makan sepeninggalku nanti, “Sungguh suatu penanaman nilai tauhid yang sangat luar biasa lagi mendalam.
Kenyataan yang ada sekarang, jauh berbeda. Banyak orangtua lebih mendambakan harta. Merasa sangat khawatir anak-cucunya tidak bisa makan sepeninggalnya nanti.
Sehingga tidak jarang hidupnya dihabiskan untuk mengumpulkan harta kekayaan. Tak lagi ingat halal haram, yang penting anak-cucunya bisa hidup bahagia dengan harta warisan tujuh turunan.
Agama sekedar ucapan lisan, hatinya kosong penuh kemunafikan. Padahal Ibrahim dan Yakub pernah berwasiat;
“Hai anak-cucuku, Allah telah memilih buatmu agama, maka janganlah kalian mati sebelum benar-benar menjalankan ajaran agama Islam.” (QS. Al-Baqarah: 132).
Kita diberi pelajaran yang sangat berharga, agar mengikuti jejak Ibrahim dan Yakub dalam membina generasi penerus yang bertauhid.
Kalau kita mengikuti paham materialis, berarti telah cenderung pada faham Qarun yang ditenggelamkan ke laut oleh Allah SWT.
Kekayaan yang melimpah akan menjadi fitnah bagi anak-cucu. Boleh jadi mereka akan memperebutkan harta warisan, lupa kepada jerih payah dan perjuangan orangtua.
Melihat realitas yang ada, ketika manusia sibuk memikirkan materi, kita seharusnya mampu mencoba diri membekali nilai-nilai tauhid kepada anak-cucu sejak dini.
Kita kenalkan mereka dengan kalimah thayibah. Kita perdengarkan kepadanya bacaan kalam llahi dan ucapan-ucapan yang baik dan benar.
Kita perlihatkan perilaku yang tepuji, atau contoh dan keteladanan akhlak yang mulia serta yang mengadung nilai-nilai Islami.
Menyayangi teman dan menamkan rasa kebersamaan. Maka dari sinilah akan lahir generasi tauhid yang kita dambakan.
Maka tugas terberat bagi kita adalah mempersiapkan generasi mendatang menjadi generasi yang bertauhid dan bermoral, berilmu dan berkarya, generasi yang mempunyai skill dan teknologi sehingga segala dampak negatif budaya global tidak dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Dengan demikian mereka akan menjadi generasi pilihan, generasi andalan, karena mereka menjadi pejabat, manajer, eksekutif beriman dan bermoral disaat semua orang terjerat dan hanyut oleh fatamorgana kepalsuan dunia.
Mempersiapkan dan mendidik generasi bertauhid yaitu generasi Shiddiq, generasi Amanah, generasi Tabligh dan Fathanah adalah tanggung jawab kita semua demi menyelamatkan kehidupan umat manusia di masa mendatang.
Generasi bertauhid adalah generasi yang mempunyai ilmu dan kecerdasan, dan yang selalu berfikir, generasi yang selalu mencari informasi, generasi yang berwawasan dan berorientasi masa depan. Wallahu A’lam Bishshawab.
Aswan Nasution
â˘Penulis, Pengurus Wilayah Al Washliyah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Priode 2019-2024.