DKI Jakarta

pbwashliyah@gmail.com

IndonesianArabicThaiEnglishChinese (Simplified)

Karsidi Diningrat: Hindari Berbuat Maksiat

RASULULLAH Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Tiada akal seperti kebijaksanaan, dan tiada wara’ seperti mencegah diri (dari maksiat), serta tiada keutamaan seperti akhlak yang baik.” (HR. Ibnu Majah melalui Abu Dzarr r.a.).

Yang dimaksud dengan istilah tadbir ialah kebijaksanaan dalam berpikir. Dan yang dimaksud dengan istilah al Kaff ialah mencegah diri dari perbuatan maksiat. Dan al-Hasab maksudnya ialah keutamaan yang bersifat muktasabah (dapat diperoleh dengan jalan membiasakannya). Makna hadits ini, akal yang paling utama ialah akal yang bijaksana dan tiada wara’ (menjauhkan diri dari hal-hal yang aib) yang lebih utama daripada menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, serta keutamaan yang paling baik ialah akhlak yang mulia.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, : “Janganlah memandang kecil kesalahan (dosa) tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai.” (HR. Aththusi). “Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah maka ia akan memperoleh keridhoan Allah.” (HR. Abu Ya’li). “Sayyidina Ali Ra berkata, “Rasulullah menyuruh kami bila berjumpa dengan ahli maksiat agar kami berwajah masam.” (HR. Thohawie).

Orang yang beriman dengan hati dan lisan, tetapi melalaikan perintah-perintah Allah Swt. dengan melakukan perbuatan maksiat tiap hari, maka ia berada dalam bahaya yang berat. Sekiranya orang ini tiada mendapat taufik dan petunjuk Allah Swt. untuk segera bertaubat dari dosanya sebelum ajal menjemput, dikhawatirkan akan dimasukan dalam kelompok kaum munafik dan kafir yang akan dicampakkan ke dalam api neraka yang membakar hingga ke pangkal hati.

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “(yaitu) api (adzab) Allah yang dinyalakan; yang membakar sampai ke hati.” (QS. Al-Humazah, 104: 6-7).

Kata ‘ishmah_ berasal dari kata kerja ‘ ashama, yang berarti mencegah atau memelihara. ‘Ishmah adalah naluri untuk menghindari maksiat terjaga dari dosa hanya para Nabi dan Rasul.

Rasulullah Saw. bersabda, : “Barangsiapa mencari pujian manusia dengan bermaksiat terhadap Allah maka orang-orang yang memujinya akan berbalik mencelanya.” (HR. Ibnu Hiban). “Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya. Tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali karena akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya.” (HR. Adailami).

Allah Azza Wajalla telah berkata dalam hadits Qudsi, “Semua kamu memohon keterjagaan dari dosa kepada-Ku. Jika Aku menjaga kamu semuanya dari dosa, maka bagi siapa ampunan dan Rahmat-Ku? Kita dituntut untuk mengikuti jejak pribadi-pribadi besar tersebut, supaya mencapai tingkat tertentu dalam naluri menghindari dosa dan kesalahan. Kita dituntut untuk menundukkan diri kita dalam memperkuat kemauan dan tekad kita dalam menghindari maksiat dan kesalahan.

Nabi Saw. bersabda, : “Seorang yang berbuat dosa lalu membersihkan diri (wudhu dan mandi), kemudian ia shalat dan memohon pengampunan Allah maka Allah akan mengampuni dosanya. Setelah berkata demikian Rasulullah mengucapkan firman Allah surat Ali Imran ayat 135 : “Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji mereka itu sedang mereka mengetahui.”

Allah Swt, berkata dalam sebuah hadits Qudsi, “Wahai hamba-Ku! Ta’atilah Aku, maka Aku akan menjadikanmu seperti-Ku. Aku hidup dan tidak mati, maka Aku akan menjadikanmu hidup dan tidak mati. Aku kaya dan tidak miskin, maka Aku akan menjadikanmu kaya dan tidak miskin. Apa saja yang Aku kehendaki teraksana, maka Aku akan menjadikan apa saja yang kamu kehendaki terlaksana.”

Nabi Saw. bersabda, : “Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali do’a, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya”. (HR. Attirmidzi & Al Hakim).

Ibnu Qayyim, ketika menyebutkan pengaruh perbuatan dosa dan maksiat pada diri seseorang, ia menyampaikan bahwa salah satu akibat yang ditimbulkannya adalah, terjauhkan dari ilmu. Sebab, ilmu itu sebuah cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati, sedangkan perbuatan maksiat akan memadamkan cahaya itu.

Lebih lanjut Ibnul Qayyim menyebutkan sebuah riwayat, dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Sungguh pada satu perbuatan baik itu ada banyak keutamaan yang diberikan, ada cahaya yang memancar di wajah pelakunya, ada penerang di dalam hatinya, keluasan rezeki, menambah kekuatan pada tubuh, dan kecintaan pada sesama makhluk hidup. Sedangkan satu perbuatan dosa juga menyebabkan sejumlah akibat yang ditimbulkan, ada noda hitam di wajahnya, kegelapan di hatinya, kerapuhan pada tubuhnya, kekurangan dalam rezeki, dan kebencian terhadap sesama makhluk hidup.

Dalam hal ini Imam Asy-Syafi’i juga menyebutkan dalam salah satu syairnya, “Aku mengadu kepada Waki tentang hapalanku yang tak terjaga; Lalu ia menasehatiku untuk meninggalkan maksiat; Ia katakan bahwa ilmu itu adalah cahaya; Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”

Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kemaksiatan akan membuat perubahan pada hati sedikit demi sedikit seperti halnya tikar kayu (yang membuat garis-garis di tubuh yang melekat padanya, semakin lama ditempati semakin nyata pula goretannya). Jika hati menerimanya (dan ia melakukannya), maka akan terbentuk bintik hitam di sana. Namun jika hati menolaknya (dengan tidak melakukannya), maka akan terbentuk bintik jernih. Hingga terlihat jelas perbedaan pada kedua hati tersebut. Ada hati yang jernih bersih seperti batu licin yang tidak terpengaruh dengan kemaksiatan selama Hari Kiamat belum terjadi. Dan ada hati yang gelap dan berkarat seperti besi karatan, yang tidak bisa membedakan mana kebaikan dan mana keburukan yang sejati kecuali apa yang sesuai dengan keinginan hawa nafsunya.” (HR. Muslim melalui Hudzaifah bin Al-Yaman).

Maka untuk kita agar menjadi orang yang bijaksana, gunakanlah tekad kita dalam menghindari maksiat dan perdosaan. Tujuannya, agar kita mencapai tingkatan tertentu dari hikmah. Tidak ada hikmah kecuali dengan ‘ishmah.

Kepada kita sebagai seorang mukmin yang patuh, hendaknya menetapkan diri kita dalam ketaatan kepada Allah Swt. Tingkatkan ketaatan kepada-Nya dengan sepenuh keikhlasan dan kesabaran. Dan teruskanlah kebiasaan ini hingga kita menemui Allah Swt. kelak Dia meridhai kita dan kita pun ridha kepada-Nya. Semoga Allah menempatkan kita di rumah kemuliaan-Nya, yaitu surga yang dijanjikan.

Allahu Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang yang bertaqwa (ialah seperti taman), mengalir di bawahnya sungai-sungai; senantiasa berbuah dan teduh. Itulah tempat kesudahan bagi orang yang bertaqwa; sedangkan tempat kesudahan bagi orang yang ingkar kepada Tuhan ialah neraka.” (QS. Ar-Ra’d, 13:35).

Kepada kita kaum muslimin yang durhaka dengan melakukan perbuatan maksiat, hendaklah segera kembali kepada Allah Swt. dengan bertaubat kepada-Nya dari dosa tersebut sebelum terlambat kelak, jika mati, ia akan menemui Tuhannya dalam keadaan kotor dan celaka. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.” (QS. Thaha, 20:74).

Jangan harap akan selamat. Jika kita tidak segera bertaubat dari perbuatan maksiat itu, bahkan ia pasti menerima balasan azab-Nya. Sebab orang yang durhaka (bermaksiat) senantiasa terbuka baginya azab Tuhan pada masa kapan saja.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl, 16: 45-47).

Supaya kita menjadi orang yang bijaksana, maka gunakanlah tekad kita dalam menghindari maksiat dan kesalahan. Jadikan kita senantiasa ingat terhadap perintah-Nya, mengikuti tuntunan-Nya, senantiasa berada dalam ketaatan kepada-Nya. Wallahu A’lam bish Shawabi.

Drs.H.Karsidi Diningrat M.Ag

  • Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung
  • Wakil Ketua Majelis Pendidikan PB Al Washliyah.
  • Mantan Ketua PW Al Washliyah Jawa Barat.

lihat lebih banyak lagi

Ketua Al Washliyah Sumut Dilantik, Ketum PB:’Ini Pengukuhan Amanah Layani Umat’

MEDAN - Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Dr.H.Masyhuril Khamis, SH,MM melantik Ketua Pengurus Wilayah Al Washliyah Sumatera Utara Dr.H.Dedi...

Masyhuril: Tokoh Bangsa dan Agama Harus Bersatu, Runtuhkan Egois Menuju Kebaikan

JAKARTA - "Tokoh bangsa, tokoh agama harus bersatu, runtuhkan egois untuk menuju kebaikan," demikian ditegaskan Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah (PB Al...

Ketua PB Al Washliyah Julian Lukman Desak Prabowo Pertimbangkan Rencana Evakuasi Seribu Rakyat Gaza

JAKARTA - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi seribu rakyat Gaza Palestina ke Indonesia, menimbulkan reaksi pro dan kontra di tanah air. Organisasi Al...

Rencana Evakuasi Seribu Warga Gaza Palestina ke Indonesia, Doli: Semangat Dalam Bentuk Kepedulian

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Dr.Ir.H Ahmad Doli Kurnia Tanjung menilai rencana Presiden Prabowo Subianto membawa...