TERORISME merupakan satu di antara isu aktual yang masih menjadi perhatian masyarakat dunia, khususnya masyarakat Barat. Oleh sejumlah oknum, terorisme selama ini juga masih dikait-kaitkan dengan Islam, meskipun sudah banyak sekali bantahan dari para pemuka negara-negara Islam dan ulama-ulama di dunia Islam bahwa terorisme bukan bagian dari ajaran Islam dan Islam menolak terorisme.
Secara historis, isu terorisme semakin menguat pasca serangan al-Qaeda terhadap Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Sehari yang lalu, berbagai media, termasuk media di Indonesia, juga masih memberitakan kembali peristiwa teror yang terjadi 20 tahun silam di negeri Paman Sam tersebut. Berita ini tentu akan mengingatkan kembali masyarakat dunia terkait serangan yang dilakukan oleh para teroris yang kebetulan mereka adalah muslim.
Dalam konteks Indonesia, organisasi-organisasi Islam yang turut mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sepakat bahwa Islam adalah agama damai dan toleran. Secara khusus, Al Washliyah mengusung visi moderasi dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara sebagaimana banyak diungkap oleh ulama organisasi ini.
Secara etimologis, Al Jam’iyatul Washliyah bermakna organisasi yang ingin menghubungkan apa yang diperintahkan Islam untuk dihubungkan, termasuk membangun hubungan harmonis antar sesama manusia dan alam. Al Washliyah yang bermazhab Syâfi‘î dan Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah mengedepankan paham moderat (wasathiyyah) dan menolak perilaku kekerasan dan teror, terutama dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Penolakan Al Washliyah terhadap terorisme di antaranya terlihat dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Fatwa Al Washliyah pada tanggal 14-15 Oktober 2011 tentang jihad dan terorisme.
Lembaga syariah Al Washliyah ini di antaranya memutuskan bahwa “jihad dan terorisme berbeda. Jihad bersifat perbaikan, sedangkan terorisme bersifat perusakan. Jihad membela agama, sedangkan terorisme menciptakan rasa takut. Jihad memiliki aturan dan sasaran yang jelas, sedangkan terorisme tidak memiliki aturan dan sasarannya tidak terbatas. Hukum melakukan jihad adalah wajib, sedangkan melakukan teror adalah haram.” Fatwa ini menunjukkan bahwa ulama Al Washliyah yang mendapatkan posisi terhormat dan fatwanya dipatuhi sepakat bahwa haram melakukan tindakan teror seperti yang dilakukan para teroris di dunia, termasuk di Indonesia.
Ustaz Ramli Abdul Wahid, Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2015-2020, menyampaikan bahwa Islam adalah agama damai. Dalam artikelnya yang berjudul “Kekerasan dalam Pandangan Islam”, ia mengatakan bahwa “Islam berarti keselamatan. Ini merupakan simbol deklarasi perdamaian dengan semua orang, dan inilah sebenarnya prinsip Islam. Hal ini tampak jelas dari berbagai aspek ajaran Islam. Islam tidak memusuhi non-muslim hanya lantaran berbeda agama. Bahkan, Islam memerintahkan agar umat Islam bersahabat dengan mereka, selama mereka tidak memusuhi orang-orang Islam.”
Ustaz Ramli juga mengatakan bahwa “Islam sebenarnya menginginkan agar kaum muslim hidup damai berdampingan dengan umat lain, bukan hanya umat lain di dalam negeri sendiri, tetapi juga dengan umat dari bangsa-bangsa lain. Ini sejalan dengan prinsip kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. sebagai rahmatan li al-‘alamin.” Ustaz Ramli melanjutkan bahwa Islam mengutamakan perdamaian, menolak kekerasan, radikalisme dan tindakan anarkis. “Islam memandang perang dan pembunuhan sebagai kejahatan. Perang hanya boleh dilakukan karena membela diri dan menyelamatkan agama. Dalam kondisi perang pun, Islam mengatur akhlak yang mulia”, demikian penegasan Ustaz Ramli.
Selain itu, Ustaz Muhammad Nasir, Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2021-2026, juga menguatkan bahwa terorisme bukan jihad. Ini terlihat dalam artikelnya yang berjudul “Terorisme Bukan Jihad” yang dimuat dalam Waspada, 5 Februari 2016. Dalam artikel menarik ini, Ustaz Nasir menegaskan bahwa “Alquran tidak membenarkan tindakan kekerasan dan perbuatan yang menimbulkan rasa takut pada orang lain,” dan “wajib melakukan perlawanan sehingga teroris tidak sewenang-wenang melakukan aksinya.”
Ustaz Nasir juga menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh bekerjasama dengan jaringan teroris, karena Alquran menegaskan bahwa seorang Muslim yang bekerjasama dengan kelompok teroris adalah fasik.
Pamungkasnya, Ustaz Nasir menyimpulkan bahwa terorisme tidak dikenal dalam Islam, bertolak belakang dengan ajaran Islam, dan merupakan ideologi yang salah meskipun
pendukung ideologi ini mengaitkannya dengan jihad.
Kesimpulannya, Al Washliyah adalah organisasi Islam yang anti terhadap terorisme. Al Washliyah menegaskan bahwa perdamaian adalah prinsip Islam, bahkan kaum muslim
diharapkan untuk membina relasi harmonis dengan umat lain secara global sesuai dengan kaidah-kaidah Islam, karena Islam adalah agama yang rahmatan li al-‘alamîn.
Al Washliyah secara tegas menolak gerakan dan cita-cita kelompok teroris. Bagi Al Washliyah, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sudah final sebagaimana termaktub dalam konsep Tri Kebangsaan yang dideklarasikan Pengurus Besar Al Washliyah pada tanggal 22 Desember 2015, bahwa (1) Al Washliyah beserta umat Islam akan menjadi yang terdepan dan bertanggung jawab mempertahankan NKRI, (2) menjaga semangat toleransi kerukunan umat beragama, untuk hidup tetap toleran dalam kebhinnekaan NKRI, dan (3) mendukung dan melibatkan diri secara aktif untuk merealisasikan dan mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan ketenteraman bagi rakyat dengan penuh tanggung jawab.
Dalam konteks ini, kader-kader Al Washliyah tentu saja memiliki tanggungjawab untuk secara aktif merawat, melestarikan dan mengedepankan nilai-nilai moderat dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara, sembari menyadari bahwa NKRI juga merupakan hasil perjuangan Al Washliyah di masa silam.
Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wa basysyiril mu’minin.
Dr. Ja’far, M.A.
- Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2021-2026
- Dosen Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe, Aceh.