DALAM perkembangan kontemporer di Indonesia, kaum Muslim sebagai kelompok mayoritas di Indonesia terafiliasi ke berbagai gerakan Islam yang menurut As’ad Said Ali (2013: 64, 67) memiliki varian-varian ideologi, pandangan dan orientasi politik. Said Ali juga menyebutkan bahwa gerakan Islam di Indonesia dibagi menjadi dua: gerakan
Islam mainstream dan gerakan Islam non-mainstream. Al Washliyah sebagai salah satu gerakan Islam di Indonesia biasanya digolongkan ke dalam gerakan Islam mainstream sebagaimana Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Satu di antara banyak ciri khas gerakan Islam seperti ini adalah mengedepankan sikap moderat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moderat berarti “selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem” dan “berkecenderungan kearah dimensi atau jalan tengah.” Sedangkan moderasi berarti “penghindaran keekstreman.” Ekstrem berarti “paling keras, sangat keras dan teguh, dan fanatik,” sedangkan ekstremitas berarti
“hal (tindakan, perbuatan) yang melewati batas (sangat keras dan sebagainya.)” Di sini, Al Washliyah bersifat moderat karena cenderung pada jalan tengah dan antipati terhadap sikap dan tindakan kekerasan dan teror.
Presiden Joko Widodo, saat memberikan kata sambutan dalam acara pembukaan Muktamar ke-22 Al Jam’iyatul Washliyah beberapa waktu lalu ikut menegaskan bahwa Al Washliyah adalah organisasi moderat, sebagaimana dikatakan beliau bahwa: “… spirit dakwah Al Washliyah sangat relevan untuk menjawab dan mengatasi tantangan kebangsaan hari ini, mempersatukan dan memperkuat persaudaraan di tengah perbedaan-perbedaan serta mengembangkan budaya moderasi dalam kehidupan beragama dan berbangsa …”
Ustaz Ramli Abdul Wahid (Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2015-2020) pernah menulis sebuah artikel berjudul “Paham Wasathiyah dalam Pergaulan Internasional”. Menurutnya, moderat berarti “mengambil sikap tengah, tidak berlebihan pada satu posisi tertentu dan berada pada titik sikap yang tegak lurus dengan kebenaran.”
Moderator adalah “seorang penengah yang mampu menyatukan dua kubu persoalan secara seimbang dan harmonis dengan tanpa mengorbankan nilai-nilai kebenaran.” Ia juga mengatakan bahwa moderat (al-wasath) adalah “titik tengah, seimbang, tidak terlalu ke kanan (ifrâth) dan tidak terlalu ke kiri (tafrîth), di dalamnya terkandung makna keadilan, keistikamahan, kebaikan, keamanan dan kekuatan.” Ustaz Ramli menyimpulkan bahwa “paham yang dikehendaki Islam itu sebenarnya adalah paham wasathiyah, bukan ekstrem kanan (radikalisme dan terorisme) ataupun ekstrem kiri (liberalisme, pluralisme dan sekularisme)…”
Benar bahwa Al Washliyah adalah organisasi Islam moderat di Indonesia. Secara konseptual, organisasi ini mengedepankan silaturahmi dan perdamaian dan anti terhadap perpecahan dan kekerasan. Pernyataan ini secara mudah dapat ditemukan dalam makna Al Jam’iyatul Washliyah, konsep-konsep kunci organisasi, serta fatwa dan pemikiran ulama organisasi ini. Secara khusus, artikel ini akan menunjukkan bahwa Al Washliyah begitu mengedepankan sikap moderat.
Secara konseptual, Al Washliyah terbukti sebagai organisasi yang mengusung sikap dan paham moderat. Sikap dan paham moderat ini diaplikasikan Al Washliyah terutama dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Al Washliyah merupakan organisasi Islam yang lebih mengedepankan silaturahmi, mengakui dan menghargai kemajemukan bangsa, memelihara hubungan harmonis dengan Allah Swt. dan seluruh makhluk-Nya (manusia dan alam) berdasarkan akhlak mulia, dan anti terhadap kekerasan dan ekstremitas.
Syekh Muhammad Yunus, ulama yang memberikan nama bagi organisasi ini, berharap Al Washliyah kelak menjadi organisasi yang mampu “menghubungkan dan mempertalikan.” Tafsir Anggaran Dasar Al Jam’iyatul Washliyah (1956: 349) semakin menguatkan bahwa hakikat dari nama Al Washliyah adalah “menghubungkan segala sesuatu yang harus dihubungkan menurut perintah Tuhan.” Artinya, hakikat dari nama Al Washliyah adalah membangun silaturahmi dan menolak perpecahan.
Selain itu, pernyataan Udin Sjamsuddin (Ketua Umum Pengurus Besar [PB] Al Washliyah, 1959-1973) juga kian menunjukkan bahwa Al Washliyah mengedepankan sikap moderat, karena organisasi ini hendak memperkokoh hubungan silaturahim dengan seluruh elemen bangsa yang majemuk. Ini terlihat dalam salah satu pidato tertulisnya yang dibacakan dalam Muktamar Al Washliyah ke-12 di Langsa, Aceh, pada tahun 1962. Ia mengatakan “Al Washliyah pada mulanya dilahirkan dengan tujuan bersilaturahim satu dengan yang lain … pada hakikatnya Al Washliyah ini tali suatu persaudaraan rohaniah jasmaniah senusa, sebangsa dan setanah air yang membujur dari Sabang sampai Merauke Bhinneka Tunggal Ika yang bertuhan.”
Kemudian, dengan membaca Shibghah Al Washliyah, juga akan ditemukan bukti lain bahwa organisasi ini mengedepankan sikap moderat. Saat ini, setidaknya beredar dua konsep Shibghah Al Washliyah. Pertama, Shibghah Al Washliyah yang diterbitkan oleh Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2015-2020 dimana disebutkan bahwa anggota Al Washliyah di antaranya harus memiliki ciri-ciri, “shilah yakni senantiasa memelihara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia,” dan akhlâq al-karîmah kepada Allah, dalam pergaulan sesama manusia, hubungan dengan makhluk lain dan lingkungan hidup.” Dua dari enam ciri khas anggota Al Washliyah tersebut menunjukkan bahwa warga Al Washliyah perlu memelihara hubungan dengan sesama manusia (bukan hanya dengan sesama Muslim) berdasarkan akhlak mulia. Karena itu, dalam memelihara hubungan dengan sesama manusia lain, warga Al Washliyah dilarang bersikap tidak adil dan antipati terhadap kelompok lain, dan perlu menghormati pendapat dan keyakinan mereka.
Kedua, Shibghah Al Washliyah yang dikenalkan oleh Ustaz M. Ridwan Ibrahim Lubis (Ketua Umum PB Al Washliyah periode1986-1997). Ia menyebutkan bahwa di antara ciri anggota Al Washliyah adalah “suka berjamaah dan suka silaturahmi, serta berkata yang manis, berbuat lemah lembut.” Konsep ini tentu memiliki korelasi dengan ciri akhlâq al-karîmah di atas, sehingga semakin menguatkan urgensi internalisasi akhlak mulia dalam diri anggota dan pengurus Al Washliyah dalam rangka memelihara hubungan dengan sesama manusia (apapun latar belakang suku, agama, ras dan bahasanya).
Sikap moderat Al Washliyah semakin ditunjukkan oleh fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Fatwa Al Washliyah mengenai jihad dan terorisme dimana lembaga ini mengharamkan sikap dan tindakan kekerasan dan teror. Dewan Fatwa Al Washliyah menegaskan bahwa jihad dan terorisme memiliki perbedaan. Jihad berdampak pada perbaikan dan bertujuan untuk membela agama, sedangkan terorisme berdampak pada perusakan dan bertujuan untuk menciptakan rasa takut. Dewan Fatwa Al Washliyah memfatwakan bahwa hukum “melakukan teror adalah haram.” Terorisme, menurut lembaga ini, adalah “tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap negara, keamanan, perdamaian dunia dan merugikan kesejahteraan masyarakat.” Al Washliyah secara tegas mengecam dan menolak terorisme. Kekerasan dan teror dinilai
bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Jelas sekali bahwa Al Washliyah merupakan organisasi Islam yang mengedepankan sikap moderat. Al Washliyah mengedepankan silaturahmi, mengakui dan menghargai kemajemukan bangsa, ingin terus memelihara hubungan harmonis berdasarkan akhlak mulia dengan semua pihak, dan menolak sikap dan tindakan kekerasan dan teror.
Harapannya, seluruh konstituen Al Washliyah di era terkini perlu terus merawat orientasi paham keagamaan Al Washliyah ini, termasuk mendukung penuh program-program pemerintah dalam rangka menjaga keharmonisan, kerukunan dan persatuan antar kelompok masyarakat di Indonesia. Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wabasysyiril mu’minîn.
Dr. Ja’far, M.A.
Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2021-2026