SEJARAH kepanduan dunia dimulai oleh Lord Baden Powell of Gilwel. Ia gelisah karena banyak remaja di negaranya yang terlibat dalam tindak kenakalan bahkan kekerasan. Maka di tahun 1907 ia mengajak 21 orang remaja untuk berkemah di Brownsea, dimana ia menerapkan dasar-dasar kepanduan, lalu menuliskannya dalam buku berjudul âScouting For Boyâ. Buku itu kelak menjadi pegangan bagi gerakan kepanduan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Di Indonesia perkembangan Pramuka di Indonesia dimulai saat Belanda membentuk Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung pada tahun 1923. Memang sebelumnya telah ada organisasi Kepanduan yang berdiri, namun itu sifatnya provincial atau kedaerahan, belum menjadi sebuah organisasi yang bersifat luas atau nasional. Namun jika kemudian mengambil konteks âPramuka Indonesiaâ maka kita akan sampai di masa ketika lahir Keputusan Presiden RI No. 121 tahun 1961 tertanggal 16 April 1961 tentang panita pembentukan Gerakan Pramuka.
Panitia ini bekerja secara total hingga kemudian lahir Keputusan Presiden RI No.447 tahun 1961 tertanggal 14 Agustus 1961 tentang pembentukan Gerakan Pramuka. Tanggal inilah yang disepakti sebagai lahirnya Gerakan Pramuka.
Kata âpramukaâ sendiri muncul dari ide Sri Sultan Hamengku Buwono IX, berasal dari kata âporomukoâ yang memiliki arti âpasukan terdepanâ. Lalu lahirlah kemudian kata âpramukaâ yang juga bisa menjadi singkatan dai âpraja muda karanaâ yang memiliki makna âjiwa muda yang gemar berkaryaâ.
Di dalam perjalanannya yang memasuki usia ke-60 tahun, tentu sudah banyak yang telah dilakukan oleh gerakan Pramuka, dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan. Semua yang dilakukan itu bersifat nyata, bagi seluruh rakyat, bukan sekedar untuk kepentingan Gerakan Pramuka sebagai sebuah organisasi. Karya nyata Gerakan Pramuka yang paling nyata adalah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, seperti sosial dan budaya. Masyarakat merasakan langsung kehadiran para anggota Pramuka di hal-hal tersebut. Singkatnya, Pramuka hadir pada waktu dan tempat yang tepat.
Jika merunut ke belakang maka kita akan melihat bagaimana pembentukan Keibondan, PETA dan Seinandan (organisasi-organisasi militer untuk mendukung Jepang) selalu melibatkan anggota kepanduan. Ini menunjukkan satu fakta bahwa di dalam kepanduan terdapat sebuah keunggulan, yaitu secara keberanian, semangat dan kekuatan. Ketiga unsur itu menjadi bagian dari jiwa Pramuka, yang terus dipegang sampai saat ini. Namun unsur-unsur tak berhenti sampai disana, karena kemudian Pramuka melengkapinya dengan sikap toleransi, peduli dan keluhuran budi. Pada posisi inilah kemudian Pramuka menjadi berbeda dengan organisasi-organisasi lain.
Wajah Pramuka di tengah masyarakat memang sejatinya harus bernuansa sejuk, tegas dan penuh kekeluargaan. Pramuka harus menjadi unsur terdepan di dalam situasi di masyarakat yang tidak nyaman, misalnya karena bencana atau permasalahan sosial, di dalam konteks kepedulian sosial. Pramuka memang bukan organisasi sosial namun nilai-nilai sosial yang tertanam di jiwa setiap anggota Pramuka menjadi bekal untuk lahir dan mengalirnya kegiatan yang berifat sosial.
Sementara di dalam problem kebangsaan, Pramuka berdiri di tengah pada titik memperkuat toleransi dan nilai-nilai nasionalisme. Pada setiap konflik kebangsaan yang pernah dan (mungkin) akan muncul, Pramuka selalu hadir dengan segala jiwa yang penuh akal budi, menebarkan nilai kebaikan dan kebajikan, dalam konteks penguatan nilai-nilai Pancasila dan NKRI.
Pada masa pandemi saat ini, Gerakan Pramuka menjadi salah satu organisasi yang sangat berpotensi mengambil peran penting di dalam hal penanggulangan dan penurunan kuantitas pandemi, melalui kegiatan-kegiatan yang realistis di masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Komjen Pol. (Purn) Dr. Budi Waseso di dalam menyambut HUT Pramuka ke-60, yang mengajak para anggota Pramuka untuk âmenjadi Duta Perubahan Perilaku. Diharapkan pramuka dapat memberi contoh untuk mengubah perilaku masyarakat luas agar hidup lebih sehat dalam upaya menanggulangi pandemic Covid-19.â
Di dalam perjalanan masa lalu, saat ini dan akan datang, Pramuka tetap menjadi sekumpulan pribadi-pribadi yang memberikan manfaat bagi lingkungan sekelilingnya. Karena sesungguhnya, Pramuka bukanlah sekedar atribut atau formalitas yang memiliki batas ruang dan waktu. Pramuka adalah jiwa yang akan selalu terus ada di dalam setiap anggotanya. Usia Pramuka yang telah memasuki hitungan ke-60, bukanlah usia yang tua, sebab memang Pramuka akan selalu menjadi âpraja mudaâ, terlepas dari berapa usianya, datang dan pergi para anggotanya.
Menjadi anggota Pramuka selayaknya bukan hanya menjadi kebanggaan personal setiap anggota, namun harus lebih jauh melampaui itu, yakni menjadi kebanggaan nasional. Pramuka memiliki potensi untuk itu, dengan tetap berjalan pada jalur yang penuh pengabdian dan kejujuran. Gerakan Pramuka menjadi unsur sangat penting di dalam perjalanan kebangsaan dan kenegaraan dapat dilihat dari mulai diberlakukannya UU No. 12 Tahun 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam konteks penguatan secara organisasi.
Hal ini tentu saja menjadi menumbuhkan kepercayaan diri di dalam setiap dada anggota Pramuka untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan selalu menebarkan manfaat bagi sekelilingnya. Pramuka tak akan pernah menyerah oleh kesulitan, tak akan pernah mengeluh oleh permasalahan. Setiap anggota Pramuka akan selalu menjadi inspirator dan motivator positif di dalam setiap perkembangan yang terjadi di masyarakat. Seperti pernah dikatakan oleh Lord Baden Powell: “A Scout smiles and whistles under all circumstances.”
âBerbakti tanpa henti, 60 tahun sudah Pramuka ku , Ikhlas bhakti bina bangsa berbudi bawa laksana”
Muhamad Zarkasih
- Ka Pusdiklarda Kwarda DKI Jakarta.
- Ketua Sako Pramuka Al Washliyah PB Al Washliyah